pengunjung

Selasa, 26 Oktober 2010

Sisingamangaraja XII

Banyak yang sudah tau, bahkan dunia banyak mengenal namanya. Sisingamangaraja, Raja orang Batak. Beliau mengaturkan hukum, adat, ketetaprajaan dengan konsep bius yang disempurnakan. Beliau menegakkan HAM, membebaskan orang dari pasungan, memberi pengampunan hukuman bagi yang bertobat dari kesalahan.

Lahir di Tombak Sulu-sulu Bakkara. Tempat yang indah, sebuah lembah di tepian Danau Toba yang dilintasi sungai Aek Silang dan Aek Simangira yang bertemu di Onan Lobu. Istana kerajaan pertama sekali dibangun di sekitar Onan Lobu. Disana masih ditemukan tanda sejarah berupa Hariara Parjuragatan dan Batu Hundulan. Kemudian Istana Kerajaan dibangun lebih ke hulu yang kemudian disebut Lumbanraja.

Lumbanraja sempat menjadi satu wilayah desa, namun saat ini Nama Desa itu dirobah menjadi Desa Simamora. Hilanglah aspek kesejarahan bahwa disitu dulunya ada perkampungan Raja Sisingamangaraja yang disebut Lumbanraja.

Upaya untuk menghilangkan legenda kerajaan Sisingamangaraja pun berlanjut. Kompleks istana diserobot oleh penduduk dan enggan untuk meninggalkannya. Penghargaan untuk kesakralan istana itu juga dihilangkan. Tidak hanya oleh penduduk setempat, keutuhan keluarga turunan Sinsingamangaraja pun sulit dipadukan. Sering beda pendapat.
Pemerintah mencoba untuk membangun istana tersebut. Master Plan sudah disusun. Keluarga dan masyarakat yang masih menghargai dan menghormati Sisingamangaraja juga sudah menyepakati. Tata karma kerajaan harus dipenuhi. Namun yang terjadi, bangunan yang dibangun pemerintah asal jadi. Dalam waktu satu tahun ada yang rubuh, sebagian yang sisa terancam rubuh. Dana rehab pun diupayakan, hasilnya tetap tidak memenuhi kualitas kesakralan bangunan yang diharapkan sewaktu penyusunan master plan. Kenapa ?

Turunan Siraja Oloan lebih dulu menunjukkan kekuatan mengingkari kesakralan kompleks istana. Mereka membangun monument Siraja Oloan yang besar dihadapan “Sogit” Sisingamangaraja yang seharusnya bebas mengarah matahari terbit. Didalam sogit itu dulunya Sisingamangaraja memanjatkan doa kepada Mulajadi Nabolon. Ada lambang burung “Patiaraja” diatasnya.
Dengan adanya monument Siraja Oloan dihadapannya ibarat “sibongbong ari” menghambat arah sogit menyambut matahari terbit.

Siraja Oloan adalah rumpun marga termasuk Sinambela. Sinambela adalah rumpun marga termasuh Bona Ni Onan. Bona Ni Onan adalah yang menurunkan “lahiriah” Raja Manghuntal, Raja Sisingamangaraja I dan berturut-turut hingga 12 dinasti.

Bila rumpun terdekat “hasuhuton” pemangku kerajaan Sisingamangaraja tidak memperdulikan kesakralan peribadatan dan kompleks istana Raja Sisingamangaraja, lalu siapa lagi?

Bakkara, kelihatannya tidak memberikan ruang kepada pelestarian nilai sejarah Sisingamangaraja. Namun penghormatan masyarakat Batak di luar Siraja Oloan dan di luar Bakkara kepada Sisingamangaraja, tetap masih ada. Saat pemindahan tulang belulang Sisingamangaraja XII dari Tarutung misalnya, Balige sangat respon dan memberikan lokasi di Soposurung. Saat monument srikandi Lopian, putri Sisingamangaraja XII hendak dibangun, masyarakat Porsea respon dan memberikan lokasi di depan Kantor Camat Porsea. Walau akhirnya diketahui, sebagian keluarga Sisingamangaraja tidak sepakat pembuatan patung Lopian ditempatkan di Porsea.

Desa Lumbanraja telah dirobah menjadi Desa Simamora. Kompleks istana menjadi ajang orientasi proyek pelestarian yang tidak jelas juntrungannya. Penduduk dan keturunan Sisinganamngaraja masih enggan menyesuaikan dengan tata ruang yang sudah ada. Muncul bangunan baru tanpa sepengetahuan keluarga. Kuburan baru yang disesakkan didepan bangunan baru fasilitas istana. Runyam, pengertian dari kata “rundut” ibarat “jambulan ni parsigira”.

Bakkara saat ini tidak ada meninggalkan setitik pun sisa sejarah kearifan menandakan darisana dulu ada Raja Sakti yang sohor yaitu Sisingamangaraja. Hanya ada tanah dan batu, dan diberi tanda, disini dan disitu. Penduduk tidak memiliki nilai lebih sejarah, tradisi dan tata krama kerajaan.

Tak heran, bila masyarakat batak “heran”, kenapa kompleks istana ini dibiarkan seperti ajang rebutan proyek dan klaim pribadi?

Sisingamangaraja XII dulunya sudah tau akhir perjuangannya. Sebelum melakukan gerilya ke hutan belantara, diberikan amanat kepada Sionom Ompu (enam pemangku adat dari enam marga yang ada di Bakkara) dengan penitipan barang pusaka kerajaan. Seharusnya mereka dan keluarga Raja Sisingamangaraja menjadi “pemangku” tradisi Sisingamangaraja. Apa reaksi Sionom Ompu? Tentu saja keutuhan keluarga raja Sisingamangaraja harus terlihat. Arah dan tujuan pemugaran Istana Sisingamangaraja harus diemban keluarga. Mereka seharusnya didepan “manghobasi” memulai melaksanakan hajat itu. Pemerintah hanya mendukung, dan dukungan dari masyarakat kemungkinan lebih besar lagi.

Punguan Siraja Oloan

Tarombo ni Siraja Batak

Tarombo ni Siraja Batak
Posted on October 23, 2010 by simbolonjr

SI RAJA BATAK mempunyai 2 orang putra, yaitu:
1. Guru Tatea Bulan
2. Raja Isombaon

GURU TATEA BULAN
Dari istrinya yang bernama Si Boru Baso Burning, Guru Tatea Bulan memperoleh 5 orang putra dan 4 orang putri, yaitu :
* Putra (sesuai urutan):
1. Raja Uti (atau sering disebut Si raja Biak-biak, Raja Sigumeleng-geleng, Raja Hatorusan, Raja Hasaktian,…), keturunannya kearah Barus mereka banyak tidak menggunakan marga.
2. Tuan Sariburaja (keturunannya Pasaribu)
3. Limbong Mulana (keturunannya Limbong).
4. Sagala Raja (keturunannya Sagala)
5. Silau Raja (keturunannnya Malau, Manik, Ambarita dan Gurning)

*Putri:
1. Si Boru Pareme (kawin dengan Tuan Sariburaja, ibotona)
2. Si Boru Anting Sabungan, kawin dengan Tuan Sorimangaraja, putra Raja Isombaon
3. Si Boru Biding Laut, (Diyakini sebagai Nyi Roro Kidul)
4. Si Boru Nan Tinjo (tidak kawin).

Tatea Bulan artinya “Tertayang Bulan” = “Tertatang Bulan”. Raja Isombaon (Raja Isumbaon)

Raja Isombaon artinya raja yang disembah. Isombaon kata dasarnya somba (sembah). Semua keturunan Si Raja Batak dapat dibagi atas 2 golongan besar:
1. Golongan Tatea Bulan = Golongan Bulan = Golongan (Pemberi) Perempuan. Disebut juga golongan Hula-hula = Marga Lontung.

2. Golongan Isombaon = Golongan Matahari = Golongan Laki-laki. Disebut juga Golongan Boru = Marga Sumba.

Kedua golongan tersebut dilambangkan dalam bendera Batak (bendera Si Singamangaraja, para orangtua menyebut Sisimangaraja, artinya maha raja), dengan gambar matahari dan bulan. Jadi, gambar matahari dan bulan dalam bendera tersebut melambangkan seluruh keturunan Si Raja Batak.

PENJABARAN

RAJA UTI
Raja Uti (atau sering disebut Si Raja Biak-biak, Raja Sigumeleng-geleng Raja Hatorusan, Raja Hasaktian,…). Raja Uti terkenal sakti dan serba bisa. Satu kesempatan berada berbaur dengan laki-laki, pada kesempatan lain membaur dengan peremuan, orang tua atau anak-anak. Beliau memiliki ilmu yang cukup tinggi, namun secara fisik tidak sempurna. Karena itu, dalam memimpin Tanah Batak, secara kemanusiaan Beliau memandatkan atau bersepakat dengan ponakannya/Bere Sisimangaraja, namun dalam kekuatan spiritual tetap berpusat pada Raja Uti.

* SARIBURAJA
Sariburaja adalah nama putra kedua dari Guru Tatea Bulan. Dia dan adik kandungnya perempuan yang bernama Si Boru Pareme dilahirkan marporhas (anak kembar berlainan jenis, satu perempuan satunya lagi laki-laki).

Mula-mula Sariburaja kawin dengan Nai Margiring Laut, yang melahirkan putra bernama Raja Iborboron (Borbor). Tetapi kemudian Saribu Raja mengawini adiknya, Si Boru Pareme, sehingga antara mereka terjadi perkawinan incest.

Setelah perbuatan melanggar adat itu diketahui oleh saudara-saudaranya, yaitu Limbong Mulana, Sagala Rraja, dan Silau Raja, maka ketiga saudara tersebut sepakat untuk mengusir Sariburaja. Akibatnya Sariburaja mengembara ke hutan Sabulan meninggalkan Si Boru Pareme yang sedang dalam keadaan hamil. Ketika Si Boru Pareme hendak bersalin, dia dibuang oleh saudara-saudaranya ke hutan belantara, tetapi di hutan tersebut Sariburaja kebetulan bertemu dengan dia.

Sariburaja datang bersama seekor harimau betina yang sebelumnya telah dipeliharanya menjadi “istrinya” di hutan itu. Harimau betina itulah yang kemudian merawat serta memberi makan Si Boru Pareme di dalam hutan. Si Boru Pareme melahirkan seorang putra yang diberi nama Si Raja Lontung.

Dari istrinya sang harimau, Sariburaja memperoleh seorang putra yang diberi nama Si raja babiat. Di kemudian hari Si raja babiat mempunyai banyak keturunan di daerah Mandailing. Mereka bermarga Bayoangin.

Karena selalu dikejar-kejar dan diintip oleh saudara-saudaranya, Sariburaja berkelana ke daeerah Angkola dan seterusnya ke Barus.

SI RAJA LONTUNG
Putra pertama dari Tuan Sariburaja. Mempunyai 7 orang putra dan 2 orang putri, yaitu:
* Putra:
1.. Tuan Situmorang, keturunannya bermarga Situmorang.
2. Sinaga raja, keturunannya bermarga Sinaga.
3. Pandiangan, keturunannya bermarga Pandiangan.
4. Toga nainggolan, keturunannya bermarga Nainggolan.
5. Simatupang, keturunannya bermarga Simatupang.
6. Aritonang, keturunannya bermarga Aritonang.
7. Siregar, keturunannya bermarga Siregar.

* Putri :
1. Si Boru Anakpandan, kawin dengan Toga Sihombing.
2. Si Boru Panggabean, kawin dengan Toga Simamora.
Karena semua putra dan putri dari Si Raja Lontung berjumlah 9 orang, maka mereka sering dijuluki dengan nama Lontung Si Sia Marina, Pasia Boruna Sihombing Simamora.

Si Sia Marina = Sembilan Satu Ibu.
Dari keturunan Situmorang, lahir marga-marga cabang Lumban Pande, Lumban Nahor, Suhutnihuta, Siringoringo, Sitohang, Rumapea, Padang, Solin.

SINAGA
Dari Sinaga lahir marga-marga cabang Simanjorang, Simandalahi, Barutu.

PANDIANGAN
Lahir marga-marga cabang Samosir, Pakpahan, Gultom, Sidari, Sitinjak, Harianja.

NAINGGOLAN
Lahir marga-marga cabang Rumahombar, Parhusip, Lumban Tungkup, Lumban Siantar, Hutabalian, Lumban Raja, Pusuk, Buaton, Nahulae.

SIMATUPANG
Lahir marga-marga cabang Togatorop (Sitogatorop), Sianturi, Siburian.

ARITONANG
Lahir marga-marga cabang Ompu Sunggu, Rajagukguk, Simaremare.

SIREGAR
Llahir marga-marga cabang Silo, Dongaran, Silali, Siagian, Ritonga, Sormin.

* SI RAJA BORBOR
Putra kedua dari Tuan Sariburaja, dilahirkan oleh Nai Margiring Laut. Semua keturunannya disebut Marga Borbor.

Cucu Raja Borbor yang bernama Datu Taladibabana (generasi keenam) mempunyai 6 orang putra, yang menjadi asal-usul marga-marga berikut :
Datu Dalu (Sahangmaima).
Sipahutar, keturunannya bermarga Sipahutar.
Harahap, keturunannya bermarga Harahap.
Tanjung, keturunannya bermarga Tanjung.
Datu Pulungan, keturunannya bermarga Pulungan.
Simargolang, keturunannya bermarga Imargolang.

Keturunan Datu Dalu melahirkan marga-marga berikut :
Pasaribu, Batubara, Habeahan, Bondar, Gorat.
Tinendang, Tangkar.
Matondang.
Saruksuk.
Tarihoran.
Parapat.
Rangkuti.

Keturunan Datu Pulungan melahirkan marga-marga Lubis dan Hutasuhut.

Limbong Mulana dan marga-marga keturunannya
Limbong Mulana adalah putra ketiga dari Guru Tatea Bulan. Keturunannya bermarga Limbong yang mempunyai dua orang putra, yaitu Palu Onggang, dan Langgat Limbong. Putra dari Langgat Limbong ada tiga orang. Keturunan dari putranya yang kedua kemudian bermarga Sihole, dan keturunan dari putranya yang ketiga kemudian bermarga Habeahan. Yang lainnya tetap memakai marga induk, yaitu Limbong.

SAGALA RAJA
Putra keempat dari Guru Tatea Bulan. Sampai sekarang keturunannya tetap memakai marga Sagala.

SILAU RAJA
Silau Raja adalah putra kelima dari Guru Tatea Bulan yang mempunyai empat orang putra, yaitu:
Malau
Manik
Ambarita
Gurning

Khusus sejarah atau tarombo Ambarita Raja atau Ambarita, memiliki dua putra:
I. Ambarita Lumban Pea
II. Ambarita Lumban Pining

Lumban Pea memiliki dua anak laki-laki
1. Ompu Mangomborlan
2. Ompu Bona Nihuta
Berhubung Ompu Mangomborlan tidak memiliki anak/keturunan laki-laki, maka Ambarita paling sulung hingga kini adalah turunan Ompu Bona Nihuta, yang memiliki anak laki-laki tunggal yakni Op Suhut Ni Huta. Op Suhut Nihuta juga memiliki anak laki-laki tunggal Op Tondolnihuta.

Keturunan Op Tondol Nihuta ada empat laki-laki:
Op Martua Boni Raja (atau Op Mamontang Laut)
Op Raja Marihot
Op Marhajang
Op Rajani Umbul

Selanjutnya di bawah ini hanya dapat meneruskan tarombo dari Op Mamontang Laut (karena keterbatasan data. Op Mamontang Laut menyeberang dari Ambarita di Kabupaten Toba Samosir saat ini ke Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun. Hingga tahun 2008 ini, keturunan Op Mamontang laut sudah generasi kedelapan).

Op Mamontang Laut semula menikahi Boru Sinaga, dari Parapat. Setelah sekian tahun berumah tangga, mereka tidka dikaruniai keturunan, lalu kemudian menikah lagi pada boru Sitio dari Simanindo, Samosir.

Dari perkawinan kedua, lahir tiga anak laki-laki
Op Sohailoan menikahi Boru Sinaga bermukim di Sihaporas Aek Batu
Op Jaipul menikahi Boru Sinaga bermukin di Sihaporas Bolon
Op Sugara atau Op Ni Ujung Barita menikahi Boru Sirait bermukim di Motung, Kabupaten Toba Samosir.

Keturunan Op Sugara antara lain penyanyi Iran Ambarita dan Godman Ambarita

TUAN SORIMANGARAJA
Tuan Sorimangaraja adalah putra pertama dari Raja Isombaon. Dari ketiga putra Raja Isombaon, dialah satu-satunya yang tinggal di Pusuk Buhit (di Tanah Batak). Istrinya ada 3 orang, yaitu :
Si Boru Anting Malela (Nai Rasaon), putri dari Guru Tatea Bulan.
Si Boru Biding Laut (nai ambaton), juga putri dari Guru Tatea Bulan.
Si Boru Sanggul Baomasan (nai suanon).

Si Boru Anting Malela melahirkan putra yang bernama Tuan Sorba Djulu (Ompu Raja Nabolon), gelar Nai Ambaton.

Si Boru Biding Laut melahirkan putra yang bernama Tuan Sorba Jae (Raja Mangarerak), gelar Nai Rasaon.

Si Boru Sanggul Haomasan melahirkan putra yang bernama Tuan Sorbadibanua, gelar Nai Suanon.
Nai Ambaton (Tuan Sorba Djulu/Ompu Raja Nabolon)

Nama (gelar) putra sulung Tuan Sorimangaraja lahir dari istri pertamanya yang bernama Nai Ambaton. Nama sebenarnya adalah Ompu Raja Nabolon, tetapi sampai sekarang keturunannya bermarga Nai Ambaton menurut nama ibu leluhurnya.

Nai Ambaton mempunyai lima orang putra, dan satu orang putri yaitu:
Simbolon Tua, keturunannya bermarga Simbolon. Bagi yang ingin mendalami diyakini Ompung Simbolon Tua inilah yang disebut dengan Ompung Pangultop yang terdapat dalam kisah Sileang Leang Nagurasta.
Tamba Tua, keturunannya bermarga Tamba.
Saragi Tua, keturunannya bermarga Saragi.
Munte Tua, keturunannya bermarga Munte (Munte, Nai Munte, atau Dalimunte).
Nahampun.


Dan Putrinya

1. Uli Bulung. Namboru ini tidak menikah sehingga tidak mempunyai keturunan. Semasa hidupnya belajar dan ahli dalam mengobati. Dia masih datang melalui sorangannya untuk mengobati hingga saat ini.

Dari kelima marga pokok tersebut, lahir marga-marga cabang sebagai berikut (menurut buku ” Tarombo Marga Ni Suku Batak” karangan W. Hutagalung):

SIMBOLON
Lahir marga-marga Tinambunan, Tumanggor, Maharaja, Turutan, Nahampun, Pinayungan. Juga marga-marga Berampu dan Pasi.

TAMBA
Lahir marga-marga Siallagan, Tomok, Sidabutar, Sijabat, Gusar, Siadari, Sidabolak, Rumahorbo, Napitu.

SARAGI
Lahir marga-marga Simalango, Saing, Simarmata, Nadeak, Sidabungke.

MUNTE
Lahir marga-marga Sitanggang, Manihuruk, Sidauruk, Turnip, Sitio, Sigalingging.

NAHAMPUN

Walaupun keturunan Nai Ambaton sudah terdiri dari berpuluh-puluh marga dan sampai sekarang sudah lebih dari 20 sundut (generasi), mereka masih mempertahankan Ruhut Bongbong, yaitu peraturan yang melarang perkawinan antarsesama marga keturunan Nai Ambaton.

Catatan mengenai Ompu Bada, menurut buku “Tarombo Marga Ni Suku Batak” karangan W Hutagalung, Ompu Bada tersebut adalah keturunan Nai Ambaton pada sundut kesepuluh.

Menurut keterangan dari salah seorang keturunan Ompu Bada (mpu bada) bermarga gajah, asal-usul dan silsilah mereka adalah sebagai berikut:
Ompu Bada ialah asal-usul dari marga-marga Tendang, Bunurea, Manik, Beringin, Gajah, dan Barasa.
Keenam marga tersebut dinamai Sienemkodin (enem = enam, kodin = periuk) dan nama tanah asal keturunan Empu Bada, pun dinamai Sienemkodin.
Ompu Bada bukan keturunan Nai Ambaton, juga bukan keturunan si raja batak dari Pusuk Buhit.
Lama sebelum Si Raja Batak bermukim di Pusuk Buhit, Ompu Bada telah ada di tanah dairi. Keturunan Ompu bada merupakan ahli-ahli yang terampil (pawang) untuk mengambil serta mengumpulkan kapur barus yang diekspor ke luar negeri selama berabad-abad.
Keturunan Ompu Bada menganut sistem kekerabatan Dalihan Natolu seperti yang dianut oleh saudara-saudaranya dari Pusuk Buhit yang datang ke tanah dairi dan tapanuli bagian barat.

NAI RASAON (RAJA MANGARERAK)
Nama (gelar) putra kedua dari Tuan Sorimangaraja, lahir dari istri kedua tuan Sorimangaraja yang bernama Nai Rasaon. Nama sebenarnya ialah Raja Mangarerak, tetapi hingga sekarang semua keturunan Raja Mangarerak lebih sering dinamai orang Nai Rasaon.

Raja Mangarerak mempunyai dua orang putra, yaitu Raja Mardopang dan Raja Mangatur. Ada empat marga pokok dari keturunan Raja Mangarerak:

Raja Mardopang
Menurut nama ketiga putranya, lahir marga-marga Sitorus, Sirait, dan Butar-butar.

Raja Mangatur
Menurut nama putranya, Toga Manurung, lahir marga Manurung. Marga pane adalah marga cabang dari sitorus.

NAI SUANON (tuan sorbadibanua)
Nama (gelar) putra ketiga dari Tuan Sorimangaraja, lahir dari istri ketiga Tuan Sorimangaraja yang bernama Nai Suanon. Nama sebenarnya ialah Tuan Sorbadibanua, dan di kalangan keturunannya lebih sering dinamai Ttuan Sorbadibanua.

Tuan Sorbadibanua, mempunyai dua orang istri dan memperoleh 8 orang putra.
Dari istri pertama (putri Sariburaja):
Si Bagot Ni Pohan, keturunannya bermarga Pohan.
Si Paet Tua.
Si Lahi Sabungan, keturunannya bermarga Silalahi.
Si Raja Oloan.
Si Raja Huta Lima.

Dari istri kedua (Boru Sibasopaet, putri Mojopahit) :
a. Si Raja Sumba.
b. Si Raja Sobu.
c. Toga Naipospos, keturunannya bermarga Naipospos.

Keluarga Tuan Sorbadibanua bermukim di Lobu Parserahan – Balige. Pada suatu ketika, terjadi peristiwa yang unik dalam keluarga tersebut. Atas ramalan atau anjuran seorang datu, Tuan Sorbadibanua menyuruh kedelapan putranya bermain perang-perangan. Tanpa sengaja, mata Si Raja huta lima terkena oleh lembing Si Raja Sobu. Hal tersebut mengakibatkan emosi kedua istrinya beserta putra-putra mereka masing-masing, yang tak dapat lagi diatasi oleh Tuan Sorbadibanua. Akibatnya, istri keduanya bersama putra-putranya yang tiga orang pindah ke Lobu Gala-gala di kaki Gunung Dolok Tolong sebelah barat.

Keturunana Tuan Sorbadibanua berkembang dengan pesat, yang melahirkan lebih dari 100 marga hingga dewasa ini.
Keturunan Si Bagot ni pohan melahirkan marga dan marga cabang berikut:
Tampubolon, Barimbing, Silaen.
Siahaan, Simanjuntak, Hutagaol, Nasution.
Panjaitan, Siagian, Silitonga, Sianipar, Pardosi.
Simangunsong, Marpaung, Napitupulu, Pardede.

Keturunan Si Paet Tua melahirkan marga dan marga cabang berikut:
Hutahaean, Hutajulu, Aruan.
Sibarani, Sibuea, Sarumpaet.
Pangaribuan, Hutapea.

Keturunan si lahi sabungan melahirkan marga dan marga cabang berikut:
Sihaloho.
Situngkir, Sipangkar, Sipayung.
Sirumasondi, Rumasingap, Depari.
Sidabutar. Sinabutar (atas koreksian @Soeguest dan @Binsar Sitio) *)
Sidabariba, Solia.
Sidebang, Boliala.
Pintubatu, Sigiro.
Tambun (Tambunan), Doloksaribu, Sinurat, Naiborhu, Nadapdap, Pagaraji, Sunge, Baruara, Lumban Pea, Lumban Gaol.

Keturunan Si Raja Oloan melahirkan marga dan marga cabang berikut:
Naibaho, Ujung, Bintang, Manik, Angkat, Hutadiri, Sinamo, Capa.
Sihotang, Hasugian, Mataniari, Lingga.
Bangkara.
Sinambela, Dairi.
Sihite, Sileang.
Simanullang.

Keturunan Si Raja Huta Lima melahirkan marga dan marga cabang berikut:
Maha.
Sambo.
Pardosi, Sembiring Meliala.

Keturunan Si Raja Sumba melahirkan marga dan marga cabang berikut:
Simamora, Rambe, Purba, Manalu, Debataraja, Girsang, Tambak, Siboro.
Sihombing, Silaban, Lumban Toruan, Nababan, Hutasoit, Sitindaon, Binjori.

Keturunan Si Raja Sobu melahirkan marga dan marga cabang berikut:
Sitompul.
Hasibuan, Hutabarat, Panggabean, Hutagalung, Hutatoruan, Simorangkir, Hutapea, Lumban Tobing, Mismis.

Keturunan Toga Naipospos melahirkan marga dan marga cabang berikut:
Marbun, Lumban Batu, Banjarnahor, Lumban Gaol, Meha, Mungkur, Saraan.
Sibagariang, Hutauruk, Simanungkalit, Situmeang.

(Marbun marpadan dohot Sihotang, Banjar Nahor tu Manalu, Lumban Batu tu Purba, jala Lumban Gaol tu Debata Raja. Asing sian i, Toga Marbun dohot si Toga Sipaholon marpadan do tong) ima pomparan ni Naipospos, Marbun dohot Sipaholon. Termasuk do marga meha ima anak ni Ompu Toga sian Lumban Gaol Sianggasana.

***
DONGAN SAPADAN (TEMAN SEIKRAR, TEMAN SEJANJI)
Dalam masyarakat Batak, sering terjadi ikrar antara suatu marga dengan marga lainnya. Ikrar tersebut pada mulanya terjadi antara satu keluarga dengan keluarga lainnya atau antara sekelompok keluarga dengan sekelompok keluarga lainnya yang marganya berbeda. Mereka berikrar akan memegang teguh janji tersebut serta memesankan kepada keturunan masing-masing untuk tetap diingat, dipatuhi, dan dilaksanakan dengan setia. Walaupun berlainan marga, tetapi dalam setiap marga pada umumnya ditetapkan ikatan, agar kedua belah pihak yang berikrar itu saling menganggap sebagai dongan sabutuha (teman semarga).

Konsekuensinya adalah bahwa setiap pihak yang berikrar wajib menganggap putra dan putri dari teman ikrarnya sebagai putra dan putrinya sendiri. Kadang-kadang ikatan kekeluargaan karena ikrar atau padan lebih erat daripada ikatan kekeluargaan karena marga. Karena ada perumpamaan Batak mengatakan sebagai berikut:

“Togu urat ni bulu, toguan urat ni padang;
Togu nidok ni uhum, toguan nidok ni padan”

artinya:

“Teguh akar bambu, lebih teguh akar rumput (berakar tunggang);
Teguh ikatan hukum, lebih teguh ikatan janji”

Masing-masing ikrar tersebut mempunyai riwayat tersendiri. Marga-marga yang mengikat ikrar antara lain adalah:
Marbun dengan Sihotang
Panjaitan dengan Manullang
Tampubolon dengan Sitompul.
Sitorus dengan Hutajulu – Hutahaean – Aruan.
Nahampun dengan Situmorang.

NAINGGOLAN

Menurut Sumber, dari keturunan NAINGGOLAN kemudian lahir marga-marga cabang RUMAHOMBAR, PARHUSIP, BATUBARA, LUMBAN TUNGKUP, LUMBAN SIANTAR, HUTABALIAN, LUMBAN RAJA, PUSUK, BUATON, dan NAHULAE.

Menurut Sumber, NAINGGOLAN mempunyai 2 putra, yaitu :
1. SI RAJA BATU
2. SIRUMAHOMBAR

SI RAJA BATU mempunyai 2 putra, yaitu :
1. BATUBARA (keturunannya bermarga BATUBARA)
2. PARHUSIP (keturunannya bermarga PARHUSIP)

BATUBARA (yang keturunannya bermarga BATUBARA) mempunyai 2 putra, yaitu :
1. TUAN NA MORA
2. SIAMPAPAGA (keturunannya bermarga SIAMPAPAGA)

SIRUMAHOMBAR mempunyai 4 putra, yaitu :
1. LUMBAN NAHOR
2. MOGOT PINAYUNGAN
3. LUMBAN SIANTAR
4. HUTABALIAN

Keturunan LUMBAN NAHOR bermarga LUMBAN NAHOR.

MOGOT PINAYUNGAN mempunyai 2 putra, yaitu :
1. LUMBAN TUNGKUP (keturunannya bermarga LUMBAN TUNGKUP)
2. LUMBAN RAJA (keturunannya bermarga LUMBAN RAJA)

LUMBAN RAJA mempunyai putra bernama DATU PARULAS.
Keturunan DATU PARULAS ini kemudian melahirkan marga-marga NAHULAE, SIBUATON, dan PUSUK.
Keturunan LUMBAN SIANTAR bermarga LUMBAN SIANTAR.

Keturunan HUTABALIAN bermarga HUTABALIAN.

Perkawinan dalam Adat Batak

.1. Kawin Lari atas kesepakatan bersama(Mangalua) .
Kawin lari atau Mangalua atas kesepakatan kedua calon mempelai sangat sering terjadi. kasus ini timbul karena orang tua tidak merestui si pemuda atau si pemudi pilihan anaknya.

2. Kawin Lari dengan paksa(Mangabing Boru).
Jika seorang pemuda jatuh cinta kepada seorang gadis, tetapi lamarannya ditolak secara sepihak oleh orang tua, demi menutupi malu dan didorong rasa cintanya yg berapi-api, maka si pemuda mengajak beberapa orang temannya untuk menculik si gadis dan membawa si gadis kerumahnya utk dijadikan istri. perbuatan ini dianggap pelanggaran susila ttp masih ada jalan terbuka untuk perundingan.

3.Perkawinan atas desakan si gadis(Mahuempe/ Mahiturun) .
Bentuk perkawinan mahuempe terjadi bila si gadis pergi menemui si pemuda atas prakarsa dan kemauannya sendiri. biasanya si gadis ditemani oleh beberapa temannya mendatangi si pemuda dan mendesak agar perkawinan segera dilaksanakan. Mahiturun adalah perkawinan yg hampir sama dengan mahuempe, bedanya dalam mahiturun si pemudi jauh lebih aktif dan agresif dibanding mahuempe.

4.Perkawinan untuk menggantikan istri yg meninggal(Panoroni) .
Jika seorang istri meninggal dan mempunyai beberapa anak yg masih kecil2, timbul masalah siapa yg akan mengasuhnya nanti. Dalam hal ini si Duda dapat meminta kepada orang tua si istri(parboru) untuk mencarikan pengganti istri yg sudah tiada.

5.Perkawinan karena suami meninggal(Singkat Rere).
Jika seorang suami meninggal,maka akan timbul masalah bagi si janda untuk penghidupannya di kemudian hari dan jika si janda masih sehat dan masih mampu memberikan keturunan dan tidak keberatan untuk kawin lagi maka yg pertama harus dipertimbangkan menjadi calon suaminya ialah adik laki-laki dari si suami yg meninggal,atas dasar ‘ganti tikar’(singkat rere). Kalau pria yg mengawini si janda ialah adik atau abang kandung si suami atau saudara semarga yg sangat dekat dgn almarhum, maka istilah perkawinannya disebut pagodanghon atau pareakkon.

6.Bigami atau Poligami (Marimbang, Tungkot).
Jaman dulu banyak lelaki yg malakukan poligami dengan alasan mengapa mereka mengambil istri kedua atau lebih, sebagian menyatakan untuk memperoleh keturunan yaitu karena masih belum mendapatkan keturunan laki-laki. tetapi ada juga yg bermaksud memperbesar kekeluargaan dgn tujuan meningkatkan kesejahteraaan atau disebut pabidang panggagatan(melebarkan lapangan tempat merumput). Dalam kasus perkawinan bigami(marsidua- dua) kedudukan istri kedua sangat seimbang dengan istri pertama, sebab itu disebut marimbang. atau yg lain yaitu si istri pertama memilih istri kedua dari kalangan keluarga terdekat dan disebut tungkot(tongkat) .

7.Perkawinan sebagai agunan utang(Parumaen di losung).
perkawinan ini ialah perkawinan yg menggunakan anak gadis sebagai agunan utang si bapak dari si gadis tsb. jika seorang bapak mempunyai utang pd seseorang dan belum mampu melunasinya, maka sebagai agunan utangnya dia menyerahkan anak gadisnya utk dipertunangkan kepada anak si pemberi utang.

8.Perkawinan menumpang pada mertua(Marsonduk Hela).
Perkawinan marsonduk hela hampir sama dgn perkawinan biasa, tetapi karena mas kawin(sinamot) yg harus diserahkan kurang, maka diputuskan si laki-laki itu menjadi menantunya dan dia akan tinggal bersama mertuanya untuk membantu segala pekerjaan dari mulai pekerjaan rumah sampai sawah. Pihak sinonduk hela(menantu) tidak seumur hidup harus tinggal berasama mertuanya, jika keadaan sudah memungkinkan dia dapat pindah di rumahnya sendiri.

9.Perkawinan setelah digauli paksa(Manggogoi) .
Jika laki-laki menggauli perempuan secara paksa(manggogoi) ada dua hal yg mungkin terjadi. jika perempuan tidak mengenal pria tersebut dan tidak bersedia dikawinkan maka pria tsb dinamakan pelanggar susila hukumannya ialah hukuman mati. tetapi jika si perempuan bersedia melanjutkan kasusnya ke arah perkawinan yg resmi ,maka prosedurnya sama dgn mangabing boru.

10.Pertunangan anak-anak(Dipaoroho n).
Pertunangan anak-anak pd jaman dahulu bukanlah hal yg aneh, hal ini sering dilakukan oleh raja-raja dahulu. beberapa alasan mempertunangkan anak-anak: hubungan persahabatan/ kekeluargaan, seseorang tidak mampu membayar utang kepada pemberi utang, dll.

Raja Lontung

Anak sulung Raja Lontung bernama Situmorang(sebagian orang berpendapat Sinaga ialah anak sulung Raja Lontung) , mendiami daerah Sabulan(Samosir). Selain di Sabulan marga Situmorang juga ada di Samosir selatan.

Marga Sinaga didapati juga di Samosir selatan dan selain itu di Dairi dan di tempat lain. Di Simalungun terdapat marga cabang Sinaga yaitu: Sidahapintu, Simaibang, Simandalahi dan Simanjorang. Di daerah Pagagan-Dairi didapati juga marga Simaibang dan Simanjorang, di Sagala-Samosir juga ada marga Simanjorang.

Pandiangan pindah dari Sabulan ke Palipi-Samosir. Marga Pandiangan tinggal di Samosir selatan dan ada juga yang ke Dairi. Kemudian karena didaerahnya terjadi kemarau dan bahaya kelaparan, sebagian dari marga Gultom meninggalkan Samosir ke daerah Pangaribuan(Silindung). Dikemudian hari ada juga marga Harianja dan Pakpahan ke Pangaribuan.

Nainggolan pindah dari Sabulan ke daerah yang disebutnya Nainggolan di Samosir. Keturunan Nainggolan ada juga di daerah Pahae.

Marga Simatupang terdapat di daerah Humbang, selain itu ada juga yang ke daerah Dairi, Barus, dan Sibolga. Marga Aritonang tinggal di daerah asal Humbang dan ada sebagian tinggal di Harianboho-Samosir.

Siregar pindah ke lobu Siregar-dekat Siborong-borong. Dari situ marga Siregar berpencar sampai ke Tapanuli Selatan melalui Pangaribuan. Sesudah Lobu siregar ditinggalkan daerah itu didiami oleh marga Pohan.

Marga-marga di Dairi yang berasal dari keturunan Lontung diantaranya: Padang, Berutu, Solin dan Benjerang. Marga Peranginangin di tanah Karo masuk ke golongan Lontung.

Anak-anak si Raja Lontung( Si Sia Sada Ina):
1. Toga Situmorang (Situmorang).
2. Toga Sinaga (Sinaga).
3. Toga Pandiangan (Pandiangan).
4. Toga Nainggolan (Nainggolan).
5. Toga Simatupang (Simatupang).
6. Toga Aritonang (Aritonang).
7. Toga Siregar (Siregar).
8. Siboru Anak Pandan (menikah dgn Simamora).
9. Siboru Panggabean (menikah dgn Sihombing).

I. Toga Situmorang.
1. Raja Pande.
2. Raja Nahor.
3. Tuan Suhut ni Huta.
4. Raja Ringo (Siringoringo).
5. Sihotang Uruk.
6. Sihorang Tonga2.
7. Sihotang Toruan.

II. Toga Sinaga.
1. Raja Bonor >> Sidahapintu.
2. Raja Ratus >> Simaibang.
3. Sagiulubalang(Uruk) >> Simandalahi, Simanjorang.

III.Toga Pandiangan.
1. Raja Humirtap (Pandiangan).
2. Raja Sonang (Gultom, Samosir, Pakpahan, Sitinjak).
- Samosir >> Harianja.

IV.Toga Nainggolan.
1. Toga Batu (Batuara, Parhusip)
2. Toga Sihombar(Rumahombar, Pinaungan, Lumban Siantar, Hutabalian)
- Pinaungan >> Lumbantungkup, Lumbanraja.

V. Toga Simatupang.
1. Sitogatorop.
2. Sianturi.
3. Siburian.

VI.Toga Aritonang.
1. Ompu Sunggu.
2. Rajagukguk.
3. Simaremare

VII.Toga Siregar.
1. Silo.
2. Dongoran.
3. Silali.
4. Sianggian.

(sumber: Sejarah Batak, oleh Nalom Siahaan, 1964)

Cat: Setelah diselidiki anak tertua Si Raja Lontung ialah Sinaga.

Ompu Palti Raja parparik sinomba ni gaja,
Naso tartimbung manuk sabungan,
Pitu lombu jonggi marhulang-hulang hotang,
Pitu anak ni si Raja Lontung,
Palti Raja, raja pandapotan diadat dohot diuhum.

PENGERTIAN MARGA BATAK TOBA

MYCULTURED
Marga (marga) adalah nama persekutuan dari orang-orang bersaudara, sedarah, seketurunan menurut garis bapak, yang mempunyai tanah sebagai milik bersama di tanah asal atau tanah leluhur. Misalnya : Lambok Marbun. Lambok adalah nama kecil atau nama pribadi, sedangkan Marbun adalah nama warisan yang telah diterimanya sejak ia masih dalam kandungan ibunya, yaitu nama kesatuan atau persekutuan keluarga besar Marbun.

Dasar pembentukan marga adalah keluarga, yaitu suami, istri, dan putra-putri yang merupakan kesatuan yang akrab, yang menikmati kehidupan bersama, yaitu kebahagiaan, kesukaran, pemilikan benda, serta pertanggungjawaban kelanjutan hidup keturunan. Untuk melestarikan ikatan keluarga dan kekeluargaan, diadakan ruhut (peraturan) sebagai berikut :

a. Ruhut papangan so jadi pusung
Yaitu peraturan makan bersama. Ruhut = peraturan, papangan = cara makan, so jadi pusung = tidak boleh makan sendiri. Berdasarkan ketentuan ini, maka pada setiap upacara adat yang disertai makan bersama, adalah suatu keharusan untuk mengundang dongan sabutuha atau dongan samarga (keluarga, kerabat, atau keluarga-keluarga semarga). Semua anggota dongan sabutuha harus mendapat jambar (bagian) secara resmi dari hidangan yang tersedia, terutama hidangan berupa juhut (daging). Banyaknya keluarga yang diundang atau luasnya undangan tergantung pada besar-kecilnya pesta atau upacara adat yang diselenggarakan. Dalam hal ini, berlaku sistem utusan yang disebut ontangan marsuhu-suhu, yaitu undangan utusan atau wakil dari keluarga-keluarga secara bertingkat, mulai dari Ompu dan seterusnya hingga tingkat marga dan cabang marga, menurut daftar tarombo (silsilah) marga yang bersangkutan. Undangan dan pembagian jambar diatur sedemikian rupa sehingga benar-benar mencakup seluruh keluarga dalam lingkungan marga. Sanksi terhadap pelanggaran hukum tersebut tersimpul dalam peribahasa yang mengatakan “Panghuling tos ni ate, papangan hasisirang.” Maksudnya, ucapan yang menyinggung perasaan dapat mengakibatkan rusaknya hubungan pergaulan; pelanggaran terhadap peraturan makan bersama dapat mengakibatkan putusnya hubungan kekeluargaan atau kemargaan.
b. Ruhut bongbong
Yaitu peraturan yang melarang perkawinan dalam satu marga. Bongbong = pagar atau penghalang yang tak boleh dilewati. Bagi masyarakat semarga, berlaku ketentuan “Si sada anak, si sada boru”. Maksudnya, mempunyai hak bersama atas putra dan putri. Pelanggaran terhadap hukum tersebut akan membawa risiko yang berat, bahkan dapat mengakibatkan lahirnya marga baru.

Sehubungan dengan ketentuan-ketentuan di atas, maka dalam hidup persekutuan atau pergaulan semarga, telah digariskan sikap tingkah laku yang harus dianut, yang disebut dengan ungkapan “Manat mardongan tubu”. Maksudnya, haruslah berhati-hati serta teliti dalam kehidupan saudara semarga.

Fungsi marga adalah sebagai landasan pokok dalam masyarakat Batak, mengenai seluruh jenis hubungan antara pribadi dengan pribadi, pribadi dengan golongan, golongan dengan golongan , dan lain-lain. Misalnya, dalam adat pergaulan sehari-hari, dalam adat parsabutuhaon, parhulahulaon, dan parboruon (hubungan kekerabatan dalam masyarakat Dalihan Natolu), adat hukum, milik, kesusilaan, pemerintahan, dan sebagainya.

Tujuan marga adalah membina kekompakan dan solidaritas sesama anggota marga sebagai keturunan dari satu leluhur. Walau pun keturunan suatu leluhur pada suatu ketika mungkin akan terbagi atas marga-marga cabang, namun sebagai keluarga besar, marga-marga cabang tersebut akan selalu mengingat kesatuannya dalam marga pokoknya. Dengan adanya keutuhan marga, maka kehidupan sistem kekerabatan Dalihan Natolu akan tetap lestari.

MYCULTURED.

Kitab ini berisi seluruh rahasia Allah tentang terjadinya bumi dan manusia beserta kodrat kehidupan dan kebijakan manusia yang tercermin pada Batara Guru yang mempunyai lambang hitam.

: " Wahai engkau Batara Guru engkaulah tempat bertanya, pengambilan hukum, keterangan, ramalan dari yang paling atas, dari Bukit Siunggas ke Bukit Parsambilan, dari embun yang tujuh-lapis, dari langit ke-tujuh, dari lembah Sitandiang menuju pohon Pakis yang tiga, dari hutan Pungu ke hutan tempat keramat dari Gua Sibada-Bada, dari pohon kayu Simanualang, dari ujung dahan, dari ujung bumi, dari batu Garagajulu itulah tempat penyucianmu, dari rotan terbalik, dari tikar bambu duri, dari simpangan empat, dari rotan terbalik ke bintang yang bercabang ke Batu Sigiling-giling, dari pohon Kayu Junjung Buhit, dari pohon Hariara yang tumbuh di langit itulah jalanmu ke Benua Atas dan Benua Tengah. Jika kau turun ke Benua Tengah mengambil dan mengantar keperluan manusia maka lakukan dari Batu Siukkap-Ukkapon ke batu yang dilangkahi yang datar tapak gadingnya. Itulah jalanmu mengambil dan mengantar kepada manusia, sebab engkaulah yang mempunya Telungkup, punya perahu besar berikat kepala kain yang diputar, punya Gajak Hitam, punya Burung Manggarjati (raja burung yang dapat berbicara). Dibukit Taman Aren, dibawah taman Sirih, jika suatu hari nanti manusia datang kepadamu berikanlah mereka kehidupan sebab engkaulah yang membuka pendengaran manusia, mengetahui kata-kata yang salah dan benar, juga membuka telinga manusia yang punya baju hitam dan kuda hitam".


Adapun isi dari Kitab Batara Guru adalah :
Pada awal permulaan zaman dahulu kala, tersebut nama Tuan Buki Nabolon, Raja Pinang Habo yang tidak pernah mati,tidak pernah tua, tidak laki-laki dan tidak perempuan bersandar dikayu Sikkam Mabarbar di Benua Holing.
Pada saat itu Kayu Sikkam Mabarbar berulat, kemudian ulat tersebut jatuh ke dalam laut, dan menjadi asal mulanya ikan beserta segala yang hidup didalam air.
Seiring dengan waktu yang tidak diketahui kayu tersebut berulat lagi lalu ulatnya jatuh ke daratan dan menjadi asal mulanya jangkrik, lipan, hala, dll.
Kejadian tersebut terulang kembali, ulat dari Kayu Sikkam Mabarbar jatuh ke hutan belantara dan menjadi awal mulanya harimau, singa, gajah, babi hutan, dll.
Seterusnya ulat tadi jatuh ke tanah datar merupakan awal mula dari kerbau, kuda, lembu, kambing, dll.

Akhirnya ulat kayu tersebut jatuh dari langit menjadi tiga ekor burung besar dan mempunyai nama Manuk Patia Raja yang sangat besar, Manuk Hulambu Jati dan Manuk Mandoang-doang. Kemudian Ompunta Raja Mulajadi Nabolon bersabda kepada Siboru Deak Parujar beserta anaknya tentang ke tiga ayam tadi :
- " Apabila suatu hari nanti dari keturunanmu melihat paruhnya maka segera buat sebuah persembahan berupa Babi Simeneng-Eneng agar segala tanaman yang kamu tanam membuahkan hasil.
- Apabila dia menampakkkan perutnya, maka segera buat sebuah persembahan berupa ayam putih agar tidak terjadi mara bahaya.
- Apabila dia menampakkan kupingnya, maka segera buat sebuah persembahan berupa kambing putih agar tidak terjadi wabah penyakit.
- Apabila dia menampakkan jenggernya, maka segera buat persembahan berupa kuda merah agar tidak terjadi kelaparan.
- Apabila dia menampakkan ekornya, maka segera buat persembahan berupa kerbau agar tidak sampai niat jahat dari kekuatan roh dan manusia.
- Apabila dia menampakkan bulunya, maka segera buat persembahan berupa lembu agar tidak terjadi kegelapan.
- Apabila dia menampakkan badannya, maka segera buat persembahan berupa kerbau yang mempunyai empat pusaran agar manusia sehat dan mempunyai rejeki melimpah."
Maka pada akhirnya dari pernyataan diatas, ketentuan tersebut akan menjadi rutinitas manusia kepada penghuni Benua Atas.


2. KODRAT MANUSIA
Pada awalnya, permulaan manusia berasal dari ayam (Manuk Hulambu Jati) yang bertelur tiga butir. Setelah dieram selama satu tahun belum juga menetas. Kemudian tanah di Benua Atas bergetar dan terdengar suara bergema memanggil mereka agar dapat menetas/keluar dari dalam telur tersebut.

Manuk Hulambu Jati (Debata Asi-asi) dengan suara bergema tersebut berkata : “Kalian bertiga akan Aku keluarkan tetapi apa yang Aku ucapkan saat mengeluarkan kalian semuanya akan terjadi”. Maka mereka yang ada didalam telur tersebut(Debata Natolu) menjawab: " kami setuju asal kami bisa keluar ". Kemudian Debata Asi-asi melakukan langkah-langkah mengeluarkan mereka yaitu : Debata Asi-asi menyentuh bagian daerah kepala sambil berkata : "setiap manusia nantinya, akan ada yang kematian Suami, Istri dan Anak.

Debata Asi-asi menyentuh bagian mata sambil berkata : “Setiap manusia akan menangis ".Debata Asi-asi menyentuh bagian telinga sambil berkata : “akan ada manusia kelak yang tuli".Debata Asi-asi menyentuh bagian mulut sambil berkata : “akan ada manusia kelak yang sumbing dan ompong". Debata Asi-asi menyentuh bagian pipi sambil berkata : “setiap manusia akan merasa gatal".Debata Asi-asi menyentuh bagian leher sambil berkata : “akan ada manusia menderita penyakit gondok". Debata asi-asi menyentuh bagian bahu sambil berkata : “manusia kelak bersusah payah mencari hidupnya".Debata Asi-asi menyentuh bagian dada sambil berkata : “akan ada manusia kelak yang lumpuh".Debata Asi-asi menyentuh bagian punggung sambil berkata : “akan ada menusia kelak yang bungkuk".Debata Asi-asi menyentuh bagian tangan sambil berkata : “akan ada manusia kelak yang menderita penyakit".Debata Asi-asi menyentuh bagian kaki sambil berkata : “keluarlah, keluar dan keluar bagaikan bintang di langit dan pasir di tepi laut, demikianlah banyaknya keturunanmu". Selanjutnya keluarlah tiga manusia laki-laki dari telur tersebut.

Demikian juga halnya pada saat Manuk Hulambu Jati mengeram tiga potong bambu hingga keluarlah tiga orang wanita dari bambu tersebut, yaitu Siboru Porti Bulan, Boru Malimbin Dabini dan Siboru Anggasana. Debata Asi-asi berkata: “Kelak kamu akan susah payah untuk melahirkan anakmu tapi ingatlah Aku akan hadir pada setiap wanita yang melahirkan”.

3. SURATAN MANUSIA
Raja Mulajadi Nabolon duduk di singgasana Benua Atas bersandar di Kayu Sikkam Mabarbar (Kayu Hariara) dan akarnya berjumlah dua puluh enam pada bumi di Batu Manggar Jadi, dahannya ada delapan, rantingnya tiga puluh dan mempunyai buah dua belas. Ke delapan dahannya persis mengikuti arah mata angin antara lain :

Dahan ke arah Timur berupa Mas
Dahan ke arah Tenggara berupa Suasa
Dahan ke arah Selatan berupa Perak
Dahan ke arah Barat Daya berupa Batu
Dahan ke arah Barat berupa Tima
Dahan ke arah Barat Laut berupa Tembaga
Dahan ke arah Utara berupa Besi
Dahan ke arah Timur Laut berupa Kayu

Suratan kehidupan manusia dituliskan di dalam pohon kayu tersebut, antara lain :
Suratan manusia sebagai raja besar yang tak kurang suatu apapun tertulis di sebelah Timur.
Suratan manusia sebagai raja biasa tertulis di sebelah Tenggara.
Suratan manusia menjadi orang yang sangat kaya, tertulis di sebelah Selatan.
Suratan manusia menjadi orang kaya biasa tertulis di sebelah Barat Daya.
Suratan manusia menjadi seorang dukun tertulis di sebelah Barat.
Suratan manusia menjadi rumah tangga yang harmonis tertulis di sebelah Barat Laut.
Suratan manusia yang mempunyai banyak suami dan banyak istri tertulis di sebelah Utara.
Suratan manusia menjadi orang miskin tertulis di sebelah Utara.
Suratan manusia para pembantu tertulis di sebelah Timur Laut.
Suratan manusia yang berumur panjang tertulis di Akar.
Manusia yang berumur pendek tertulis di Dahan.
Manusia yang baru punya anak kemudian meninggal tertulis di Kayu.
Manusia yang meninggal saat muda tertulis di Ranting.
Manusia yang meninggal saat remaja tertulis di Pucuk.
Manusia yang meninggal saat belajar remaja tertulis di Daun.
Manusia yang meninggal saat anak-anak tertulis pada Daun yang sudah tua.
Manusia yang meninggal saat belajar berjalan tertulis pada Tangkai Daun.
Manusia yang meninggal saat belajar melangkah tertulis pada Daun yang sudah tua.
Manusia yang meninggal saat belajar berdiri tertulis pada Daun yang hendak lepas.
Manusia yang meninggal saat sudah bisa duduk tertulis pada Tangkai daun yang sudah tua.
Manusia yang meninggal saat merangkak tertulis pada ujung Daun yang sudah tua.
Manusia yang meninggal saat belajar merangkak tertulis pada Daun yang hendak jatuh.
Manusia yang meninggal saat bisa berbicara tertulis pada Daun yang sudah busuk.
Manusia yang meninggal dari kandungan tertulis pada Daun yang sudah jatuh.
Manusia yang di masuki roh tertulis pada Dahan yang bercabang.
Perempuan yang dapat mengobati tertulis pada Ranting yang sudah tua.
Manusia yang sakti tertulis pada Buah yang bagus.
Manusia penakut dan orang bodoh tertulis pada Buah yang tidak bagus.
Manusia pencuri tertulis pada buah yang hendak jatuh.

Demikianlah suratan tangan hidup manusia, pada dasarnya setiap manusia yang lahir ke dunia ini tidak mengetahui kelak apa yang akan di alami.

D. Naga Padoha Ni Aji

.
Pada suatu hari Manuk-manuk Hulambujati bertelur tiga butir. Hatinya tertegun dan heran, karena telurnya lebih besar dari dirinya. Melihat telur tersebut tidak bisa di erami, kemudian Manuk-manuk Hulambujati menjumpai Leang-leangmandi Untung-untung Nabolon dan menitipkan pesan, Dia berkata : " E ….. Leangleangmandi Untunguntung Nabolon, harap murah hatimu menyampaikan dahulu pesan ku ini kepada Ompunta Maulajadi Nabolon, Aku tidak tahu bagaimana akan kuperbuat perihal telurku yang tiga ini, kuperam tidak cukup dengan buluku "! Akhirnya Leangleangmandi menyampaikan pesan itu kepada Ompunta Mulajadi Nabolon. Ia berkata : " Ya Ompung, bagaikan beras yang tidak bercampur dengan antah, yang tidak lupa di pesan yaitu pesan dari Manukmanuk Hulambujati, apa seharusnya dilakukan pada ketiga telurnya itu ?" Ompunta Mulajadi Nabolon berpesan : " Katakanlah agar telur itu tetap diperami. Aku yang lebih tahu akan hal itu, bawalah dua belas butir beras ini, butiran beras ini harus dimakan setiap bulan. Jika terasa gatal pada paruhnya, patukkan kepada telur itu. " Kemudian Leang-leangmandi menyampaikan pesan Ompunta Mula Jadi Nabolon kepada Manuk-Manuk Hulambujati. Manuk-Manuk Hulambu Jati segera melaksanakan pesan dari Ompunta Mula Jadi Nabolon. Setelah tiba saatnya paruh Manukmanuk Hulambujati menjadi gatal lalu dipatukkannya kepada tiga butir telur tersebut. Telur itupun berputar dan kemudian keluar dari setiap telur tersebut menyerupai manusia laki-laki. Dari telur pertama keluar Batara Guru Doli, Batara Guru Panungkunan, Batara Guru Pandapotan, yang menjadi kebijakan dari segala kerajaan, memegang timbangan kepada seluruh yang dijadikan, permulaan gantang terajunan, timbangan yang adil, bajak pembelah tali, keatas tiada dapat terungkit, kebawah tak dapat oleng dan kesamping tidak akan miring.Dari telur ketiga, keluar Debata Bala Bulan, Balabulan Matabun, Balabulan Nambun yang rubun dipuncaknya. Datu Paratalatal, Datu Parusulusul, mengendarai kuda sembarani, pisau bermata dua, bertombak dua ujung, permulaan kuasa perdukunan kepada manusia. Dari telur ketiga itu juga keluar Raja Padoha, Naga Padoha Niaji, bertanduk tujuh, berkuasa di bawah tanah, asal mula dari gempa. Debata Bataraguru, Debata Sorisohaliapan, Debata Balabulan, itulah Debata Natolu, yang tiga Pendirian, tiga kuasa.
Kemudian Leang-leangmandi menyampaikan kembali pesan Ompunta Mula Jadi Nabolon kepada Manuk-Manuk Hulambujati. Pesan tersebut kembali dilaksanakan. Setelah habis ke sebelas butir beras itu dimakan, paruh Manukmanuk Hulambujati menjadi gatal, kemudian dipatuknya ketiga bambu tersebut sehingga pecah lalu keluarlah dari tiap buku bambu itu tiga wanita, yang pertama bernama, Siboru Porti Bulan, kedua Siboru Malimbin Dabini, ketiga Siboru Anggarana.
Waktu demi waktu terus berjalan keenam anak dan ketiga wanita tersebut semakin dewasa, hal ini membuat hati Manuk-manuk Hulambujati menjadi gelisah. "Apa yang harus aku perbuat terhadap mereka? " pikirnya dalam hati. Akibat kegelisahan yang dialaminya Manuk-Manuk Hulambujati kembali menjumpai Leangleangmandi Untung-untung Nabolon, kemudian ia berkata: " Berangkatlah engkau tolong tanyakan kepada Ompunta Mulajadi Nabolon, apa yang harus aku perbuat terhadap anak-anak yang telah dewasa ini ". Setelah mengerti maksud dari Manuk-manuk Hulambujati, Leangleangmandi Untung-untung Nabolon segera menyampaikannya kepada Ompunta Mulajadi Nabolon. Lalu Ompunta Mulajadi Nabolon berpesan: " Hai Leangleangmandi katakanlah kepada Manukmanuk Hulambujati, jadikanlah ketiga wanita itu menjadi istri Debata Natolu." Kemudian pesan itu disampaikan Leangleangmandi kepada Manukmanuk Hulambujati, maka Manukmanuk Hulambujati melaksanakan pesan tersebut. Akhirnya ketiga wanita tersebut menjadi istri dari Debata Batara Guru, Debata Sorisohaliapan dan Debata Balabulan.
Ompunta Mulajadi Nabolon, Manukmanuk Hulambujati berkata: " Ketiga orang itu telah beristri, tetapi bagaimana tentang Siraja Odapodap, Tuan Dihumijati dan Raja Padoha?" Kemudian pesan itupun disampaikan kepada Ompunta Mulajadi Nabolon oleh Leangleangmandi maka Ompunta Mualajadi Nabolon bersabda kepada Leangleangmandi: " Katakanlah kepada Manukmanuk Hulambujati bahwa Akulah yang memikirkan akan hal itu, dan harus ditunggu anak dari yang tiga tadi, yang akan menjadi istri mereka kelak".
Tetapi setelah pesan itu disampaikan Leangleangmandi Untung-untung Nabolon kepada mereka, Siboru Deakparujar berdalih dan menolak keputusan tersebut, Siboru Deakparujar hanya berpegang pada kemauannya sendiri.
Kemudian Siboru Deakparujar meminta kapas tiga gumpal dari Ompunta Mulajadi Nabolon untuk dijadikan benang. Apabila dapat di tenun menjadi kain (ulos) maka ia akan menerima perjodohannya dengan Siraja Odapodap. Waktu terus berjalan, namun pintalan benang Siboru Deakparujar masih tetap sebesar pinang muda. Patutlah demikian karena yang dipintal pada malam hari pagi-pagi ditanggali, yang ditenun pada siang hari ditanggali pula pada malam hari.
Kemudian Mulajadi Nabolon dan Leangleangmandi Untung-untung Nabolon datang, ternyata pintalan benang yang ditenun Siboru Deakparujar, masih tetap sebesar pinang muda. Akibat yang dipintal pada malam hari pagi-pagi ditanggali, yang ditenun pada siang hari ditanggali pula pada malam hari. Kemudian pintalan benang tersebut tercampak ke halaman batangan, terbenam sangat dalam, sampai tidak dapat di tarik dari tempat tersebut.
Hati Siboru Deakparujar gundah gulana lalu minta tolong kepada Ompunta Mulajadi Nabolon, kemudian Ompunta Mulajadi Nabolon berpesan: " Ambillah tongkat tudutudu tualang nabolon, tusukkan ke dekat pintalan benangmu, lalu tarik dengan hati-hati." Lalu Siboru Deakparujar melaksanakan pesan tersebut, nyatanya pintalan benang itu semakin dalam terbenam. Walaupun demikian ujung benang masih melekat pada alat pemintalannya. Akhirnya pintalan benang tersebut Jatuh dan menarik Siboru Deakparujar sehingga melayang-layang di Benua Tengah di atas air.
Siboru Deakparujar bertanya-tanya dalam hati, apa gerangan yang terjadi. Lalu ia berdiri diatas tanggul , sambil memanggil : " Leangleangmandi Untunguntung Nabolon sahutilah aku dahulu, karena aku tidak tahu semuanya ini. Lalu Ompunta Mulajadi Nabolon menyuruh Leang-leangmandi Untung-untung Nabolon menjumpai Siboru Deakparujar. " Apa yang hendak engkau katakan padaku? " kata Leang-leangmandi Untung-untung Nabolon. Kemudian Siboru Deakparujar menjawab: " Tanah yang kutempah itu rubuh, aku tidak tahu mengapa demikian. Kini kuharapkan kemurahan hatimu untuk meminta sekepal tanah kepada Ompunta Mula Jadi Nabolon agar kembali sedia kala." Kemudian Leang-leangmandi Untung-untung Nabolon kembali ke Benua Atas menyampaikan permintaan Siboru Deakparujar kepada Ompunta Mulajadi Nabolon. Sekepal tanah yang diminta tersebut dikabulkan kemudian di bawa oleh Leang-leangmandi Untung-untung Nabolon selanjutnya diberikan kepada Siboru Deakparujar, lalu ia mengulangi kembali tempahannya dan tanah tempahan tersebut kembali seperti sedia kala.
Kemudian Raja Padoha berkata : Mengapa engkau tinggal disini, Leang-leangmandi Untung-untung Nabolon sudah mundar-mandir menjemputmu untuk kembali ke Benua Ginjang supaya engkau dijodohkan dengan Siraja Odapodap." Kemudian Siboru Deakparujar menjadi marah dan berkata : " Riaspun diatas, batangnya di bawah, dipaksapun keatas dicampakkan ke bawah, bagaimanapun saya tidak akan mau dijodohkan dengan Siraja Odapodap. Pekerjaan inilah yang paling penting bagiku." Lalu Siboru Deakparujar memanggil Leang-leangmandi Untung-untung Nabolon, meminta sirih kepada saudaranya Nan Bauraja dan Narudung Ulubegu masing-masing satu lembar. Lalu Leang-leangmandi Untung-untung Nabolon pergi menjemput sirih tersebut kemudian memberikannya kepada Siboru Deakparujar. Selanjutnya sirih tersebut dimakan oleh Siboru Deakparujar kemudian ia menjadi cantik jelita. Lalu di semburkannya sirih tersebut ke pundak Raja Padoha. Semburan air sirih tersebut tepat ke pundak Raja Padoha. Melihat bibir yang merah serta kilauan gigi Siboru Deakparujar ,Raja Padoha bertanya:" apa gerangan itu tolong berikan padaku." Siboru Deakparujar lalu menyahut :" Itu adalah minyak wangi memperbaiki jantung, membuat hati sehat dan segar bernafas. Salah satu kelebihan dari putri raja yang menjadi pertanda kesopanan dan prilaku adat." "Jika demikian maksudnya, harap diberikan juga, agar dapat bersikap sopan santun dan berprilaku adat istiadat" kata Raja Padoha.
"Jika engkau menginginkan itu, satu syarat harus dipenuhi yaitu apa yang saya katakan harus engkau penuhi. Syarat itu adalah bahwa engkau harus kupasung lebih dahulu, agar dapat kuberikan padamu. Jika engkau mengharapkan yang lebih baik untuk diberikan, engkau harus dipasung mulai dari kaki, pinggang sampai dengan tanganmu."
Sejak tanah yang ditempah oleh Siboru Deakparujar tidak rubuh lagi, hanya terban saja yang terjadi sehingga membuat jurang dalam, tebing curam, lembah-lembah, gunung-gunung yang berbukit-bukit. Setelah tanah tersebut selesai ditempah oleh Siboru Deakparujar dengan dataran rendah yang luas namun masih telanjang. Belum ada tumbuhan dan lain-lainnya, maka Siboru Deakparujar memohon kepada Leangleangmandi Untunguntung Nabolon : " O … Leangleangmandi Untunguntung Nabolon, selesai sudah tanah itu saya tempa, tetapi tidak tertahankan dinginnya karena tidak ada tempat untuk pemukiman. Karena itu tolonglah minta dahulu kepada Mulajadi Nabolon, tumbuh-tumbuhan pada tanah itu." kemudian Leangleangmandi Untung-untung Nabolon menyampaikan permintaan tersebut kepada Ompunta Mulajadi Nabolon lalu Ompunta Mulajadi Nabolon menugasi Batara Guru untuk membuat segala jenis benih dari tumbuh-tumbuhan, segala yang terbang dan semua kehidupan bergerak di dalam satu karung. Karung itu ditutup oleh Batara Guru lalu berkata kepada Leangleangmandi Untunguntung Nabolon : " Nah bawalah ini kepada Siboru Deakparujar, dan katakanlah padanya bukalah karung ini, tetapi lebih dahulu kembangkan tikar disekitarnya dan kamu tidak boleh takut melihat apa saja yang keluar dari dalam karung ini”. Pada suatu hari Siboru Deakparujar berjalan-jalan di atas sisi tanah sambil memandang di sekitarnya melihat keindahan segala sesuatu yang tumbuh. Kemudian terlihat bekas tapak kaki yang serupa dengan tapak kakinya. Lalu ia merenung dan berpikir dalam hatinya : “ siapa gerangan orang yang berlalu dari sini tanpa sepengetahuanku”. Tidak ada seorangpun tempat untuk bertanya kemudian dia hanya diam saja. Melihat bekas tapak kaki tersebut, Siboru Deakparujar berharap agar suatu saat dapat melihat orang yang meninggalkan bekas jejak tapak kaki tersebut. Namun tanpa disangka mereka bertemu, lalu Siraja Odapodap menyapa tunangannya tersebut : “ Rupanya engkau berada disini. Engkau telah lama ditakdirkan menjadi jodohku”. Siboru Deakparujar lalu menyahut :” tidak, jika ada yang cocok, bukan engkau orangnya ". " Tujuh tahun sebenarnya sudah cukup lama dan membosankan, lebih dari itu sepuluh tahun sudah aku nanti," ujar Siraja Odapodap. Siboru Deakparujar menjadi masgul, karena ia lebih cantik dari Siraja Odapodap, lalu ia bermohon kepada Leangleangmandi Untung-untung Nabolon : “ Bawalah aku ke Benua Atas, karena aku telah rindu kepada ayahku Batara Guru”. Leangleangmandi Untung-untung Nabolon lalu menjawab : " aha... aku tidak boleh membawamu ke Benua Atas sebelum bertanya kepada Ompunta Mulajadi Nabolon". namun permohonan tersebut tetap disampaikan, Kemudian Ompunta Mulajadi Nabolon berseru kepada Leangleangmandi Untung-untung Nabolon : " Selama Aku memanggilnya untuk kembali ke Benua Atas, hatinya tetap ingin tinggal di Benua Tengah, maka Biarlah dia tetap di Benua Tengah. Apabila engkau membawanya, engkau akan kena hukuman dariKu”. Leangleangmandi Untung-untung Nabolon menyampaikan pesan tersebut kepada Siboru Deakparujar, dia termenung sambil berpikir, rupanya hal ini sudah menjadi nasibku. Siraja Odapodap kemudian berkata : " jangan engkau bersedih bahwa apa yang telah di takdirkan saatnya pasti akan datang, karena apabila sudah jodoh tidak dapat dielakkan". Kemudian Siboru Deakparujar lalu menangis dan bermohon kepada Leangleangmandi Untung-untung Nabolon supaya menyampaikan pesan kepada Ompunta Mulajadi Nabolon agar merestui perkawinannya dengan Siraja Odapodap, karena takdir tak dapat terelakkan. Konon Ompunta Mulajadi Nabolon bersabda : " Biarkanlah ia memberkati dirinya sendiri, bukan karena perintahku maka ia mau, tetapi karena tidak ada jalan lain lagi maka ia berkata demikian. Walaupun begitu bukan berarti bahwa mereka tidak berkembang dengan baik dan sejahtera, akan tetapi ia akan tetap kena hukuman akibat perbuatannya selama ini”. Siboru Deakparujar kemudian bermohon kepada Leangleangmandi Untung-untung Nabolon : “Jika harus dihukum juga, aku tetap mengelak tidak mau kawin dengan Siraja Odapodap, akan tetapi apabila Ompunta Mulajadi Nabolon memberitahukan apa bentuk hukuman tersebut, maka aku akan mengambil sikap dan keputusan untuk mengiyakan". kemudian Leangleangmandi Untung-untung Nabolon menyampaikan permohonan tersebut kepada Ompunta Mulajadi Nabolon, maka Ompunta Mulajadi Nabolon berkata: " Engkau akan bersusah payah, dan engkau akan berkeringat untuk mencari makanmu ". Setelah mereka sudah menjadi suami istri di Benua Tengah dan tibalah saatnya Siboru Deakparujar pun hamil, lalu meminta tawar perselisihan dan berkat tuah yang agung serta tawar mulajadi . Leangleangmandi Untung-untung Nabolon kemudian memberikan kepada Siboru Deakparujar dan diselipkan pada kain dan sanggulnya. Kemudian Ompunta Mulajadi Nabolon berkata kepada Leangleangmandi Untung-untung Nabolon : " Katakanlah kepada Siboru Deakparujar, apabila kandungannya sudah lahir itu akan menjadi sanggul-sanggul untuk tanah yang ditempanya ". Mengetahui hal tersebut Siboru Deakparujar berdiam diri karena malunya. Berselang beberapa hari, Siboru Deakparujar melahirkan kandungannya, namun bentuknya seperti bulatan, tidak berkaki, tidak bertangan dan tidak berkepala. Maka ia menjadi bingung karenanya. Pada suatu hari Siboru Deakparujar hamil kembali, kemudian lahirlah anak yang kembar satu laki-laki dan satu perempuan. Nama anak laki-laki Siraja Ihat Manisia atau tuan Mulana dan menjadi permulaan manusia laki-laki. Nama anak perempuan Siboru Ihat Manisia itulah asal-usul ibu manusia. Setelah anak yang dua itu besar, Siboru Deakparujar memesankan kepada Leangleangmandi Untung-untung Nabolon, agar keluarganya dari Benua Atas datang untuk bergembira serta merestui anaknya yang dua itu. Kemudian datanglah Ompunta Mulajadi Nabolon, Debata Sori, Debata Asiasi, turun dari Benua Atas, langit dari parlangitan, melalui benang urutan Siboru Deakparujar. Mereka tiba di puncak Gunung Pusuk Buhit, dan dari sanalah tempat permulaan manusia yaitu Sianjurmulamula - Sianjurmulamulajadi - Sianjurmulamulatompa, membelakangi jauh dan berhadapan dengan Toba, berpancuran gelang, bertapian jabi-jabi untuk bercuci muka di pagi hari dan untuk bercuci diri di malam hari. Itulah yang dihimpit dua cabang lautan tempat berpijak Dolok Pusuk Buhit, yang menjadi tempat keramat Nalaga yang tidak boleh dilalui dan tidak boleh bercela. Setelah Ompunta Mulajadi Nabolon tiba di tempat Siboru Deakparujar lalu memberkati mereka. Maka sampailah ke dalam hati mereka apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. kemudian diberitahukan juga jalan atau cara apa yang dapat ditempuh oleh manusia untuk berhubungan dengan Ompunta Mulajadi Nabolon di Benua Atas yaitu berupa sajian (sesajen) dengan benda yang sangat berharga (homitan). Barang homitan yang paling berharga untuk berhubungan dengan Ompunta Mulajadi Nabolon adalah Kuda Sihapaspili. Dan sesajen kepada Mulajadi Nabolon, tepat dua takaran, daun kemangi dan sirih kembang. Kepada Debata Sori, jeruk purut dan tuak di dalam sawan beserta daun kemangi, kepala Balabulan dua lepat, bunga-bungaan mekar dan sirih kembang. Ompunta Mulajadi Nabolon bersabda : “Jika kamu sekalian penghuni Benua Tengah hendak berhubungan dan bersekutu dengan kami penghuni Benua Atas, maka segala jenis sesajen yang hendak kamu persembahkan harus disusun rapi dan bersih serta diiringi dengan rasa penyampaian yang tulus dan suci ". Maka itulah permulaan yang menjadi dasar hodadebata diurapi manusia. Setelah genap selesai seluruhnya diatur, Mulajadi Nabolon lalu naik ke Dolok Pusuk Buhit hendak kembali ke Benua Atas, Karena kaki Debata Asiasi timpang-timpang tinggallah ia dibelakang bersama Raja Inggotpaung. Siboru Deakparujar dengan Siraja Odapodap turut juga kembali ke Benua Atas. Setelah kedua anaknya Siraja Ihatmanisia dan Siboru Ihat Manisia dititipkan kepada Debata Asi-asi dan Raja Inggotpaung
Pada saat mereka hendak naik ke Benua Atas, kedua anaknya tersebut terus menatap ingin turut serta, namun tali telah putus hingga gagal. Tali yang putus tersebut beterbangan ke seluruh penjuru desa yang delapan. Sejak itu hanya Batunanggarjati jalan ke Benua Atas dan Debata Asiasi menjadi penghubung antara Benua Tengah dan Benua Atas berulang-ulang.
http://my.opera.com/raja%20batak/blog/?startidx=1

NAINGGOLAN

Menurut Sumber, dari keturunan NAINGGOLAN kemudian lahir marga-marga cabang RUMAHOMBAR, PARHUSIP, BATUBARA, LUMBAN TUNGKUP, LUMBAN SIANTAR, HUTABALIAN, LUMBAN RAJA, PUSUK, BUATON, dan NAHULAE.

Menurut Sumber, NAINGGOLAN mempunyai 2 putra, yaitu :
1. SI RAJA BATU
2. SIRUMAHOMBAR

SI RAJA BATU mempunyai 2 putra, yaitu :
1. BATUBARA (keturunannya bermarga BATUBARA)
2. PARHUSIP (keturunannya bermarga PARHUSIP)

BATUBARA (yang keturunannya bermarga BATUBARA) mempunyai 2 putra, yaitu :
1. TUAN NA MORA
2. SIAMPAPAGA (keturunannya bermarga SIAMPAPAGA)

SIRUMAHOMBAR mempunyai 4 putra, yaitu :
1. LUMBAN NAHOR
2. MOGOT PINAYUNGAN
3. LUMBAN SIANTAR
4. HUTABALIAN

Keturunan LUMBAN NAHOR bermarga LUMBAN NAHOR.

MOGOT PINAYUNGAN mempunyai 2 putra, yaitu :
1. LUMBAN TUNGKUP (keturunannya bermarga LUMBAN TUNGKUP)
2. LUMBAN RAJA (keturunannya bermarga LUMBAN RAJA)

LUMBAN RAJA mempunyai putra bernama DATU PARULAS.
Keturunan DATU PARULAS ini kemudian melahirkan marga-marga NAHULAE, SIBUATON, dan PUSUK.
Keturunan LUMBAN SIANTAR bermarga LUMBAN SIANTAR.