pengunjung

Selasa, 28 Juni 2011

pembahasan pernikahan dalam adat batak

Pembahasan ini sangat penting untuk kita ketahui khususnya anak muda untuk melestarikan adat kita.
1. Kawin Lari atas kesepakatan bersama(Mangalua) .
Kawin lari atau Mangalua atas kesepakatan kedua calon mempelai sangat sering terjadi. kasus ini timbul karena orang tua tidak merestui si pemuda atau si pemudi pilihan anaknya.
2. Kawin Lari dengan paksa(Mangabing Boru).
Jika seorang pemuda jatuh cinta kepada seorang gadis, tetapi lamarannya ditolak secara sepihak oleh orang tua, demi menutupi malu dan didorong rasa cintanya yg berapi-api, maka si pemuda mengajak beberapa orang temannya untuk menculik si gadis dan membawa si gadis kerumahnya utk dijadikan istri. perbuatan ini dianggap pelanggaran susila ttp masih ada jalan terbuka untuk perundingan.
3.Perkawinan atas desakan si gadis(Mahuempe/ Mahiturun) .
Bentuk perkawinan mahuempe terjadi bila si gadis pergi menemui si pemuda atas prakarsa dan kemauannya sendiri. biasanya si gadis ditemani oleh beberapa temannya mendatangi si pemuda dan mendesak agar perkawinan segera dilaksanakan. Mahiturun adalah perkawinan yg hampir sama dengan mahuempe, bedanya dalam mahiturun si pemudi jauh lebih aktif dan agresif dibanding mahuempe.
4.Perkawinan untuk menggantikan istri yg meninggal(Panoroni) .
Jika seorang istri meninggal dan mempunyai beberapa anak yg masih kecil2, timbul masalah siapa yg akan mengasuhnya nanti. Dalam hal ini si Duda dapat meminta kepada orang tua si istri(parboru) untuk mencarikan pengganti istri yg sudah tiada.
5.Perkawinan karena suami meninggal(Singkat Rere).
Jika seorang suami meninggal,maka akan timbul masalah bagi si janda untuk penghidupannya di kemudian hari dan jika si janda masih sehat dan masih mampu memberikan keturunan dan tidak keberatan untuk kawin lagi maka yg pertama harus dipertimbangkan menjadi calon suaminya ialah adik laki-laki dari si suami yg meninggal,atas dasar ‘ganti tikar’(singkat rere). Kalau pria yg mengawini si janda ialah adik atau abang kandung si suami atau saudara semarga yg sangat dekat dgn almarhum, maka istilah perkawinannya disebut pagodanghon atau pareakkon.
6.Bigami atau Poligami (Marimbang, Tungkot).
Jaman dulu banyak lelaki yg malakukan poligami dengan alasan mengapa mereka mengambil istri kedua atau lebih, sebagian menyatakan untuk memperoleh keturunan yaitu karena masih belum mendapatkan keturunan laki-laki. tetapi ada juga yg bermaksud memperbesar kekeluargaan dgn tujuan meningkatkan kesejahteraaan atau disebut pabidang panggagatan(melebarkan lapangan tempat merumput). Dalam kasus perkawinan bigami(marsidua- dua) kedudukan istri kedua sangat seimbang dengan istri pertama, sebab itu disebut marimbang. atau yg lain yaitu si istri pertama memilih istri kedua dari kalangan keluarga terdekat dan disebut tungkot(tongkat) .
7.Perkawinan sebagai agunan utang(Parumaen di losung).
perkawinan ini ialah perkawinan yg menggunakan anak gadis sebagai agunan utang si bapak dari si gadis tsb. jika seorang bapak mempunyai utang pd seseorang dan belum mampu melunasinya, maka sebagai agunan utangnya dia menyerahkan anak gadisnya utk dipertunangkan kepada anak si pemberi utang.
8.Perkawinan menumpang pada mertua(Marsonduk Hela).
Perkawinan marsonduk hela hampir sama dgn perkawinan biasa, tetapi karena mas kawin(sinamot) yg harus diserahkan kurang, maka diputuskan si laki-laki itu menjadi menantunya dan dia akan tinggal bersama mertuanya untuk membantu segala pekerjaan dari mulai pekerjaan rumah sampai sawah. Pihak sinonduk hela(menantu) tidak seumur hidup harus tinggal berasama mertuanya, jika keadaan sudah memungkinkan dia dapat pindah di rumahnya sendiri.
9.Perkawinan setelah digauli paksa(Manggogoi) .
Jika laki-laki menggauli perempuan secara paksa(manggogoi) ada dua hal yg mungkin terjadi. jika perempuan tidak mengenal pria tersebut dan tidak bersedia dikawinkan maka pria tsb dinamakan pelanggar susila hukumannya ialah hukuman mati. tetapi jika si perempuan bersedia melanjutkan kasusnya ke arah perkawinan yg resmi ,maka prosedurnya sama dgn mangabing boru.
10.Pertunangan anak-anak(Dipaoroho n).
Pertunangan anak-anak pd jaman dahulu bukanlah hal yg aneh, hal ini sering dilakukan oleh raja-raja dahulu. beberapa alasan mempertunangkan anak-anak: hubungan persahabatan/ kekeluargaan, seseorang tidak mampu membayar utang kepada pemberi utang, dll
Garis Besar Tata Cara dan Urutan Pernikahan Adat Batak Na Gok adalah sebagai berikut:
1. Mangarisika.
Adalah kunjungan utusan pria yang tidak resmi ke tempat wanita dalam rangka penjajakan. Jika pintu terbuka untuk mengadakan peminangan maka pihak orang tua pria memberikan tanda mau (tanda holong dan pihak wanita memberi tanda mata). Jenis barang-barang pemberian untuk pernikahan adat batak dapat berupa kain, cincin emas, dan lain-lain .
2. Marhori-hori Dinding/marhusip.
Pembicaraan antara kedua belah pihak yang melamar dan yang dilamar, terbatas dalam hubungan kerabat terdekat dan belum diketahui oleh umum.
3. Marhata Sinamot.
Pihak kerabat mempelai pria (dalam jumlah yang terbatas) datang kepada kerabat mempelai wanita untuk melakukan marhata sinamot, membicarakan masalah uang jujur (tuhor).
4. Pudun Sauta.
Pihak kerabat pria tanpa hula-hula mengantarkan wadah sumpit berisi nasi dan lauk pauknya (ternak yang sudah disembelih) yang diterima oleh pihak parboru dan setelah makan bersama dilanjutkan dengan pembagian Jambar Juhut (daging) kepada anggota kerabat, yang terdiri dari:
Kerabat marga ibu (hula-hula)
Kerabat marga ayah (dongan tubu)
Anggota marga menantu (boru)
Pengetuai (orang-orang tua)/pariban
Diakhir kegiatan Pudun Saut maka pihak keluarga wanita dan pria bersepakat menentukan waktu Martumpol dan Pamasu-masuon.
5. Martumpol (baca : martuppol)
Penanda-tanganan persetujuan pernikahan adat oleh orang tua kedua belah pihak atas rencana perkawinan anak-anak mereka dihadapan pejabat gereja. Tata cara Partumpolon dilaksanakan oleh pejabat gereja sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tindak lanjut Partumpolon adalah pejabat gereja mewartakan rencana pernikahan dari kedua mempelai melalui warta jemaat, yang di HKBP disebut dengan Tingting (baca : tikting). Tingting ini harus dilakukan dua kali hari minggu berturut-turut. Apabila setelah dua kali tingting tidak ada gugatan dari pihak lain baru dapat dilanjutkan dengan pemberkatan nikah (pamasu-masuon).
6. Martonggo Raja atau Maria Raja.
Adalah suatu kegiatan pra pernikahan adat yang bersifat seremonial yang mutlak diselenggarakan oleh penyelenggara pernikahan adat yang bertujuan untuk :
Mempersiapkan kepentingan pernikahan adat yang bersifat teknis dan non teknis
Pemberitahuan pada masyarakat bahwa pada waktu yang telah ditentukan ada pernikahan adat pernikahan dan berkenaan dengan itu agar pihak lain tidak mengadakan pernikahan adat dalam waktu yang bersamaan.
Memohon izin pada masyarakat sekitar terutama dongan sahuta atau penggunaan fasilitas umum pada pesta yang telah direncanakan.
7. Manjalo Pasu-pasu Parbagason (Pemberkatan Pernikahan)
Pengesahan pernikahan adat kedua mempelai menurut tatacara gereja (pemberkatan pernikahan oleh pejabat gereja). Setelah pemberkatan pernikahan selesai maka kedua mempelai sudah sah sebagai suami-istri menurut gereja. Setelah selesai seluruh acara pamasu-masuon, kedua belah pihak yang turut serta dalam acara pamasu-masuon maupun yang tidak pergi menuju tempat kediaman orang tua/kerabat orang tua wanita untuk mengadakan pesta unjuk. Pesta unjuk oleh kerabat pria disebut Pesta Mangalap parumaen (baca : parmaen)
8. Pesta Unjuk.
Suatu acara perayaan yang bersifat sukacita atas pernikahan adat putra dan putri. Ciri pesta sukacita ialah berbagi jambar :
Jambar yang dibagi-bagikan untuk kerabat parboru adalah jambar juhut (daging) dan jambar uang (tuhor ni boru) dibagi menurut peraturan.
Jambar yang dibagi-bagikan bagi kerabat paranak adalah dengke (baca : dekke) dan ulos yang dibagi menurut peraturan. Pesta Unjuk ini diakhiri dengan membawa pulang pengantin ke rumah paranak.
9. Mangihut di ampang (dialap jual)
Yaitu mempelai wanita dibawa ke tempat mempelai pria yang dielu-elukan kerabat pria dengan mengiringi jual berisi makanan bertutup ulos yang disediakan oleh pihak kerabat pria.
10. Ditaruhon Jual.
Jika pesta untuk pernikahan itu dilakukan di rumah mempelai pria, maka mempelai wanita dibolehkan pulang ke tempat orang tuanya untuk kemudian diantar lagi oleh para namborunya ke tempat namborunya. Dalam hal ini paranak wajib memberikan upa manaru (upah mengantar), sedang dalam dialap jual upa manaru tidak dikenal.
11. Paranak makan bersama di tempat kediaman si Pria (Daulat ni si Panganon)
Setibanya pengantin wanita beserta rombongan di rumah pengantin pria, maka diadakanlah acara makan bersama dengan seluruh undangan yang masih berkenan ikut ke rumah pengantin pria.
Makanan yang dimakan adalah makanan yang dibawa oleh pihak parboru
12. Paulak Unea.
Setelah satu, tiga, lima atau tujuh hari si wanita tinggal bersama dengan suaminya, maka paranak, minimum pengantin pria bersama istrinya pergi ke rumah mertuanya untuk menyatakan terima kasih atas berjalannya acara pernikahan dengan baik, terutama keadaan baik pengantin wanita pada masa gadisnya (acara ini lebih bersifat aspek hukum berkaitan dengan kesucian si wanita sampai ia masuk di dalam pernikahan).
Setelah selesai acara paulak une, paranak kembali ke kampung halamannya/rumahnya dan selanjutnya memulai hidup baru.
13. Manjahea.
Setelah beberapa lama pengantin pria dan wanita menjalani hidup berumah tangga (kalau pria tersebut bukan anak bungsu), maka ia akan dipajae, yaitu dipisah rumah (tempat tinggal) dan mata pencarian.
14. Maningkir Tangga (baca : manikkir tangga)
Beberapa lama setelah pengantin pria dan wanita berumah tangga terutama setelah berdiri sendiri (rumah dan mata pencariannya telah dipisah dari orang tua si laki-laki) maka datanglah berkunjung parboru kepada paranak dengan maksud maningkir tangga (yang dimaksud dengan tangga disini adalah rumah tangga pengantin baru). Dalam kunjungan ini parboru juga membawa makanan (nasi dan lauk pauk, dengke sitio tio dan dengke simundur-mundur). Dengan selesainya kunjungan maningkir tangga ini maka selesailah rangkaian pernikahan adat na gok.
Urutan ACARA PESTA ADAT PERNIKAHAN BATAK
- MARSIBUHA BUHAI
Pagi hari sebelum dimulai pemberkatan/catatan sipil/pesta adat, acara dimulai dengan penjemputan mempelai wanita di rumah disertai dengan makan pagi bersama dan berdoa untuk kelangsungan pesta pernikahan,
biasanya disini ada penyerahan bunga oleh mempelai pria dan pemasangan bunga oleh mempelai wanita dilanjutkan dengan penyerahan Tudu-tudu Ni Sipanganon dan Menyerahkan dengke lalu makan bersama, selanjutmya berangkat menuju gereja untuk pemberkatan.
BEBERAPA Pengertian POKOK DALAM ADAT PERKAWINAN
Suhut , kedua pihak yang punya hajatan
Parboru, orang tua pengenten perempuan=Bona ni haushuton
Paranak, orang tua pengenten Pria= Suhut Bolon.
Suhut Bolahan amak : Suhut yang menjadi tuan rumah dimana acara adat di selenggrakan.
Suhut naniambangan, suhut yang datang
Hula-hula, saudara laki-laki dari isteri masing-masing suhut
Dongan Tubu, semua saudara laki masing-masing suhut ( Tobing dan Batubara).
Boru, semua yang isterinya semarga dengan marga kedua suhut ( boru Tobing dan boru Batubara).
Dongan sahuta, arti harafiah “teman sekampung” semua yang tinggal dalam huta/kampung komunitas (daerah tertentu) yang sama paradaton/solupnya.
Ale-ale, sahabat yang diundang bukan berdasarkan garis persaudaraan (kekerabatan atau silsilah) .
Uduran, rombongan masing-masing suhut, maupun rombongan masing-masing hula-hulanya.
Raja Parhata (RP), Protokol (PR) atau Juru Bicara (JB) masing-masing suhut, juru bicara yang ditetapkan masing-masng pihak
Namargoar, Tanda Makanan Adat , bagian-bagian tubuh hewan yang dipotong yang menandakan makanan adat itu adalah dari satu hewan (lembu/kerbau) yang utuh, yang nantinya dibagikan.
Jambar, namargoar yang dibagikan kepada yang berhak, sebagai legitimasi dan fungsi keberadaannya dalan acara adat itu.
Dalihan Na Tolu (DNT), terjemahan harafiah”Tungku Nan Tiga” satu sistim kekerabatan dan way of life masyarakat Adat Batak
Solup, takaran beras dari bambu yang dipakai sebagai analogi paradaton, yang bermakna dihuta imana acara adat batak diadakan solup/paradaton dari huta itulah yang dipakai sebagai rujukan, atau disebut dengan hukum tradisi “sidapot solup do na ro
PROSESI MASUK TEMPAT ACARA ADAT
(Contoh Acara di Tempat Perempuan)
Raja Parhata/Protokol Pihak Perempuan= PRW
Raja Parhata/Protokol Pihak Laki-laki = PRP
Suhut Pihak Wanita = SW
Suhut Pihak Pria = SP
PRW meminta semua dongan tubu/semaraganya bersiap untuk menyambut dan menerima kedatangan rombongan hula-hula dan tulang
PRW memberi tahu kepada Hula-hula, bahwa SP sudah siap menyambut dan menerima kedatangan Hula-hula
Setelah hula-hula mengatakan mereka sudah siap untuk masuk, PRW mempersilakan masuk dengan menyebut satu persatu, hula-hula dan tulangnya secara berurutan sesuai urutan rombongan masuk nanti: dimulai dar Hula-hula Simorangkir
1. Hula-hula, ……
2. Tulang, …….
3. Bona Tulang, …..
4. Tulang Rorobot, …..
5. Bonaniari, ……
6. Hula-hula namarhahamaranggi:
– a …
– b….
– c….
– dst
7.Hula-hula anak manjae, … dengan permintaan agara mereka bersam-sama masuk dan menyerahkan pengaturan selanjutnya kepada hula-hula Simorangkir
PR Hulahula, menyampaikan kepada rombongan hula-hula dan tulang yang sudah disebutkan PRW pada III , bahwa SW sudah siap menerima kedatangan rombongan hula-hula dan tulang dengan permintaan agar uduran Hula-hula dan Tulang memasuki tempat acara , secara bersama-sama.
Untuk itu diatur urut-urutan uduran (rombongan) hula-hula dan tulang yang akan memasuki ruangan. Uduran yang pertama adalah Hula-hula,……, diikuti TULANG …….sesuai urut-urutan yang disebut kan PRW pada (3).
MENERIMA KEDATANGAN SUHUT PARANAK (SP).
Setelah seluruh rombongan hula-hula dan tulang dari SW duduk (acara 4), rombongan Paranak/SP dipersilakan memasuki ruangan.
PRW, memberitahu bahwa tempat untuk SP dan uduran/rombongannya sudah disediakan dan SW sudah siap menerima kedatangan mereka beserta Hula-hula , Tulang SP dan uduran/rombongannya
PRP menyampaikan kepada dongan tubu Batubara, bahwa sudah ada permintaan dari Tobing agar mereka memasuki ruangan.
Kepada hula-hula dan tulang (disebutkan satu perasatu) yaitu:
1. Hula-hula, ….
2. Tulang, …..
3. Bona Tulang, ….
4. Tulang Rorobot, …..
5. Bonaniari , …..
6. Hula-hula namarhaha-marnggi:
– a…….
– b …….
– c…….
– dst
7. Hula-hula anak manjae…..
PRP memohon, sesuai permintaan hula-hula SW agar mereka masuk bersama-sama dengan SP. Untuk itu tatacara dan urutan memasuki ruangan diatur, pertama adalah Uduran/rombongan SP& Borunya, disusul Hula-hula….., Tulang…..dan seterusnya sesuai urut-urutan yang telah dibacakan PR Batubara (Dibacakan sekali lagi kalau sudah mulai masuk).
MENYERAHKAN TANDA MAKANAN ADAT.
(Tudu-tudu Ni Sipanganon)
Tanda makanan adat yang pokok adalah: kepala utuh, leher (tanggalan), rusuk melingkar (somba-somba) , pangkal paha (soit), punggung dengan ekor (upasira), hati dan jantung ditempatkan dalam baskom/ember besar.
Tanda makanan adat diserahkan SP beserta Isteri didampingi saudara yang lain dipandu PRP, diserahkan kepada SW dengan bahasa adat, yang intinya menunjukkan kerendahan hati dengan mengatakan walaupun makanan yang dibawa itu sedikit/ala kadarnya semoga ia tetap membawa manfaat dan berkat jasmani dan rohani hula-hula SW dan semua yang menyantap nya, sambil menyebut bahasa adat : Sitiktikma si gompa, golang golang pangarahutna, tung so sadia (otik) pe naung pinatupa i, sai godangma pinasuna.
MENYERAHKAN DENGKE/IKAN OLEH SW
Aslinya ikan yang diberikan adalah jenis “ihan” atau ikan Batak, sejenis ikan yang hanya hidup di Danau Toba dan sungai Asahan bagian hulu dan rasanya memang manis dan khas. Ikan ini mempunyai sifat hidup di air yang jernih (tio) dan kalau berenang/berjalan selalu beriringan (mudur-udur) , karena itu disebut ; dengke sitio-tio, dengke si mudur-udur (ikan yang hidup jernih dan selalu beriringan/berjalan beriringan bersama)
Simbol inilah yang menjadi harapan kepada penganeten dan keluarganya yaitu seia sekata beriringan dan murah rejeki (tio pancarian dohot pangomoan).
Tetapi sekarang ihan sudah sangat sulit didapat, dan jenis ikan mas sudah biasa digunakan. Ikan Masa ini dimasak khasa Batak yang disebut “naniarsik” ikan yang dimasak (direbus) dengan bumbu tertentu sampai airnya berkurang pada kadar tertentu dan bumbunya sudah meresap kedalam daging ikan itu.
MAKAN BERSAMA
Sebelum bersantap makan, terlebih dahulu berdoa dari suhut Pria (SP) , karena pada dasarnya SP yang membawa makanan itu walaupun acara adatnya di tempat SW.
Untuk kata pengantar makan, PRP menyampaikan satu uppasa (ungkapan adat) dalam bahasa Batak seperti waktu menyerahakan tanda makanan adat:
Sitiktikma si gompa, golang golang pangarahutna
Tung, sosadiape napinatupa on, sai godangma pinasuna.
Ungkapan ini menggambarkan kerendahan hati yang memebawa makanan (Batubara), dengan mengatakan walaupun makanan yang dihidangkan tidak seberapa (pada hal hewan yang diptong yang menjadi santapan adalah hewan lembu atau kerbau yang utuh), tetapi mengharapkan agar semua dapat menikmatinya serta membawa berkat.
Kemudian PRP mempersilakan bersantap
MEMBAGI JAMBAR/TANDA MAKANAN ADAT
Biasanya sebelum jambar dibagi, terlebih dahulu dirundingkan bagian-bagian mana yang diberikan SW kepada SP. Tetapi, yang dianut dalam acara adat yaitu Solup Batam, yang disebut dengan “JAMBAR MANGIHUT”dimana jambar sudah dibicarakan sebelumnya dan dalam acara adatnya (unjuk) SW tinggal memberikan bagian jambar untuk SP sebagai ulu ni dengke mulak. Selanjutnya masing masing suhut membagikannya kepada masing-masing fungsi dari pihaknya masing-masing saat makan sampai selesai dibagikan
MANAJALO TUMPAK (SUMBANGAN TANDA KASIH)
Arti harafiah tumpak adalah sumbangan bentuk uang, tetapi melihat keberadaan masing-masing dalam acara adat mungkin istilah yang lebih tepat adalah tanda kasih. Yang memberikan tumpak adalah undangan SUHUT PRIA, yang diantarkan ketempat SUHUT duduk dengan memasukkannya dalam baskom yang disediakan/ ditempatkan dihadapan SUHUT, sambil menyalami pengenten dan SUHUT.
Setelah selesai santap makan, PRP meminta ijin kepada PRW agar mereke diberi waktu untuk menerima para undangan mereka untuk mengantarkan tumpak (tanda kasih)
Setelah PRW mempersilakan, PRP menyampai kan kepada dongan tubu, boru/bere dan undangannya bahwa SP sudah siap menerima kedatangan mereka untuk mengantar tumpak.
etelah selesai PRP mengucapkan terima kasih atas pemberian tanda kasih dari para undangannya
ACARA PERCAKAPAN ADAT
MEMPERSIAPKAN PERCAKAPAN
RPW menanyakan Batubara apakah sudah siap memulai percakapan, yang dijawab oleh SP, mereka sudah siap
Masing-masing PRW dan PRP menyampaikan kepada pihaknya dan hula-hula serta tulangnya bahwa percakapan adat akan dimulai, dan memohon kepada hula-hulanya agar berkenan memberi nasehat kepada mereka dalam percakapan adat nanti
MEMULAI PERCAKAPAN (PINGGAN PANUNGKUNAN) .
Pinggan Panungkunan, adalah piring yang didalamnya ada beras, sirih, sepotong daging (tanggo-tanggo) dan uang 4 lembar. Piring dengan isinya ini adalah sarana dan simbol untuk memulai percakapan adat.
PRP meminta seorang borunya mengantar Pinggan Panungkunan itu kepada PRW
PRW, menyampaikan telah menerima Pinggan Panungkunan dengan menjelaskan apa arti semua isi yang ada dalam beras itu. Kemudian PRW mengambil 3 lembar uang itu, dan kemudian meminta salah seorang borunya untuk mengantar piring itu kembali kepada PRP
PRW membuka percakapan dengan memulainya dengan penjelasan makna dari tiap isi pinggan panungkunan (beras, sirih, daging dan uang), kemudian menanyakan kepada Batubara makna tanda dan makanan adat yang sudah dibawa dan dihidangkan oleh pihak Batubara.
Akhir dari pembukaan percakapan ini, keluarga Batubara mengatakan bahwa makanan dan minuman pertanda pengucapan syukur karena berada dalam keadaan sehat, dan tujuan Batubara adalah menyerahkan kekurangan sinamot , dilanjutkan adat yang terkait dengan pernikahan anak mereka
PENYERAHAN PANGGOHI/KEKURANGAN SINAMOT
Dalam percakapan selanjutnya, setelah PRW meminta PRP menguraikan apa/berapa yang mau mereka serahkan , PRP memberi tahukan kekurangan sinamot yang akan mereka serahkan adalah sebsar Rp…Juta, menggenapi seluruh sinamot Rp….Juta. (Pada waktu acara Pudun Saut, Batubara sudah menyerahkan Rp 15 juta sebagai bohi sinamot (mendahulukan sebagian penyerahan sinamot di acara adat na gok).
Sebelum PR TOBING mengiakan lebih dulu RP TOBING meminta nasehat dari Hula-hula dan pendapat dari boru Tobing
Sesudah diiakan oleh PR TOBING, selanjutnya penyerahan kekurangan sinamot kepada suhut Tobing oleh Batubara.
PENYERAHAN PANANDAION.
Tujuan acara ini memperkenalkan keluarga pihak perempuan agar keluarga pihak pria mengenal siapa saja kerabat pihak perempuan sambil memberikan uang kepada yang bersangkutan
Secara simbolis, yang diberikan langsung hanya kepada 4 orang saja, yang disebut dengan patodoan atau “suhi ampang na opat” ( 4 kaki dudukan/pemikul bakul) yang merupakan symbol pilar jadinya acara adat itu. Dengan demikian biarpun hanya yang empat itu yang dikenal/menerima langsung, sudah mewakili menerima semuanya. (Mungkin dapat dianalogikan dengan pemberian tanda penghargaan massal kepada pegawai PNS yang diwakili 4 orang, masing-masing 1 orang dari tiap golngan I sampai golongan IV)
Kepada yang lain diberikan dalam satu envelope saja yang nanti akan dibagikan Tobing kepada yang bersangkutan.
PENYERAHAN TINTIN MARANGKUP
Diberikan kepada tulang /paman penganten pria (saudara laki ibu penganten pria). Yang menyerahkan adalah orang tua penganten perempuan berupa uang dari bagian sinamot itu
Secara tradisi penganten pria mengambil boru tulangnya untuk isterinya, sehingga yang menerima sinamot seharusnya tulangnya
Dengan diterimanya sebagian sinamot itu oleh Tulang Pengenten Pria yang disebut titin marangkup, maka Tulang Pria mengaku penganten wanita, isteri ponakannya ini, sudah dianggapnya sebagai boru/putrinya sendiri walaupun itu boru dari marga lain.
PEMBERIAN ULOS oleh Pihak Perempuan.
Dalam Adat Batak tradisi lama atau religi lama, ulos merupakan sarana penting bagi hula-hula, untuk menyatakan atau menyalurkan sahala atau berkatnya kepada borunya, disamping ikan, beras dan kata-kata berkat. Pada waktu pembuatannya ulos dianggap sudah mempunyai “kuasa”. Karena itu, pemberian ulos, baik yang memberi maupun yang menerimanya tidak sembarang orang , harus mempunyai alur tertentu, antara lain adalah dari Hula-hula kepada borunya, orang tua kepada anank-anaknya. Dengan pemahaman iman yang dianut sekarang, ulos tidak mempunyai nilai magis lagi sehingga ia sebagai simbol dalam pelaksaan acara adat.
Ujung dari ulos selalu banyak rambunya sehingga disebut “ulos siganjang/sigodang rambu”(Rambu, benang di ujung ulos yang dibiarkan terurai)
Pemberian Ulos sesuai maknanya adalah sebagai berikut:
Ulos Namarhadohoan
No Uraian Yang Menerima Keterangan
A Kepada Paranak
1. Pasamot/Pansamot Orang tua pengenten pria
2. Hela Pengenten
B Partodoan/Suhi Ampang Naopat
1. Pamarai Kakak/Adek dari ayah pengenten pria
2. Simanggokkon Kakak/Adek dari pengenten pria
3. Namborunya Saudra perempuan dari ayah pengenten pria
4. Sihunti Ampang Kakak/Adek perempuan dari pengenten pria
Ulos Kepada Pengenten
No Uraian Yang Mangulosi
A Dari Parboru/Partodoan
1. Pamarai 1 lembar, wajib Kakak/Adek dari ayah pengenten wanita
2. Simandokkon Kakak/Adek laki-laki dari pengenten wanita
3. Namborunya (Parorot) Iboto dari ayah pengenten wanita
4. Pariban Kakak/Adek dari pengenten wanita
B Hula-hula dan Tulang Parboru
1. Hula-hula 1 lembar, wajib
2. Tulang 1 lembar, wajib
3. Bona Tulang 1 lembar, wajib
4. Tulang Rorobot 1 lembar, tidak wajib
C Hula-hula dan Tulang Paranak
1. Hula-hula 1 lembar, wajib
2. Tulang 1 lembar, wajib
3. Bona Tulang 1 lembar, wajib
4. Tulang Rorobot 1 lembar, tidak wajib
MANGUNJUNGI ULAON (Menyimpulkan Acara Adat)
Manggabei (kata-kata doa dan restu) dari pihak SW Berupa kata-kata pengucapan syukur kepada Tuhan bahwa acara adat sudah terselenggara dengan baik:
a. Ucapan terima kasih kepada dongan tubu dan hula-hulanya
b. Permintaan kepada Tuhan agar rumah tangga yang baru diberkati demikian juga orang tua pengenten dan saudara Batubara yang lainnya
Mangampu (ucapan terima kasih) dari pihak SP
Ucapan terima kasih kepada semua pihak baik kepada hula-hula SW maupun kepada SP atas terselenggaranya acara adat nagok ini.
Mangolopkon (Mengamenkan) oleh Tua-tua/yang dituakan di Kampung itu
Kedua suhut Tobing dan Batubara, menyediakan piring yang diisi beras dan uang ( biasanya ratusan lembar pecahan Rp1.000 yang baru) kemudian diserahkan kepada Rja Huta yang mau mangolopkon Raja Huta berdiri sambil mengangkat piring yang berisi beras dan uang olop-olop itu. Dengan terlebih dahulu menyampaikan kata-kata ucapan Puji Syukur kepada Tuhan Karen kasih-Nya cara adat rampung dalam suasan dami (sonang so haribo-riboan) serta restu dan harapan kemudian diahiri , dengan mengucapkan : olop olop, olop olop, olop olop sambil menabur kan beras keatas dan kemudian membagikan uang olop-olop itu.
itutup dengan doa / ucapan syukur
Akhirnya acara adat ditutup dengan doa oleh Hamba Tuhan.Sesudah amin, sam-sam mengucapkan: horas ! horas ! horas !
Bersalaman untuk pulang,, suhut na niambangan Batubara menyalami Suhut Tobing
CATATAN:
Sekarang ini ada yang melaksanakan acara paulak une dan maningkir tangga langsung setelah acara adat ditempat acara adat dilakukan, yang mereka namakan “Ulaon Sadari”
Info lainnya : http://visitsamosir.wordpress.com/2011/03/05/perkawinan-dalam-adat-batak/

Senin, 20 Juni 2011

Soekarno, The Founding Father

Genoside dilakukan oleh jihad Padri di sekitar danau Toba dipimpin oleh Tuanku Rao

Untuk latar belakang sejarah saya hadir Anda mengutip tentang Pongkinangolngolan alias Tuanku Rao kemudian baru dikonversi Batak yang memimpin teror pertama untuk Padri Minangkabau antara 1816-1821, http://batarahutagalung.blogspot.com/2008/01/beberapa-catatan-mengenai -Tuanku-rao.html



Genoside dilakukan oleh jihad Padri di sekitar danau Toba dipimpin oleh Tuanku Rao, mengikuti arah Tuanku Nan Renceh dari Bukittinggi macet sama sekali pada tahun 1820. Hal ini karena banyak yang mati jihad dari wabah kolera dan wabah dan sampar. Dari 150.000 tentara asli Padri yang memasuki Tanah Batak tahun 1818, hanya sekitar 30.000 meninggalkan dua tahun kemudian. Sebagian besar tidak terbunuh dalam pertempuran, tetapi meninggal karena berbagai penyakit.

jihad Padri menyerang lagi untuk kedua kalinya pada tahun 1827, langsung di bawah kepemimpinan Tuanku Imam Bonjol siap untuk melanjutkan attrocities mereka. Itu karena Tuanku Rao telah dibunuh sebelumnya dalam pertempuran Air Bangis tahun 1821. Kali ini serangan Padri dengan kekuatan yang lebih besar dan dengan persiapan yang lebih baik. Namun ketika berkemah di Pahae, bahkan sebelum memasuki lembah Silindung, berbagai elemen masyarakat Batak bersama-sama dengan pasukan keamanan yang ada di sana, menghancurkan Padri. pasukan Padri mundur sepenuhnya dari tanah Batak pada tahun 1833 dan berjuang sampai pada saat wafatnya di Bonjol Pasaman 1837. Tuanku Imam Bonjol sendiri meninggal di pengasingan pada tahun 1864.



Untuk ini, kami mengucapkan terima kasih kepada Tuhan Yesus Kristus karena Ia terhindar dari suku Batak dan membuka hati mereka untuk kabar baik dari Injil Kudus sekitar 40 tahun kemudian.



Yesaya 1:24

Oleh karena itu Tuhan, TUHAN Maha Kuasa,

Yang Mahakuasa Israel, menyatakan:

"Ah, saya akan mendapatkan bantuan dari musuh saya

dan membalas dendam diriku pada musuh-musuhku.



Ameen

Dame na sian KRISTUS Yesus ma dihita saluhutna