pengunjung

Senin, 30 Agustus 2010

Tanpa Nommensen, Mungkin Kini Orang Batak Masih Pakai Cawat

[bataknews; balige; kamis siang]

Siang tadi sekitar pukul 13.00 di depan kantor Bupati Tobasa di Balige, Letjen TNI [Purn] TB Silalahi melepas seratusan orang peserta napak tilas memperingati perjalanan sekaligus penyebaran agama Nasrani yang dilakukan DR Ingwer Ludwig Nommensen di Tanah Batak.

Tokoh berkebangsaan Jerman yang lebih dikenal dengan gelar Apostel Nommensen ini hidup pada era 1834-1918. Ia menjadi Ephorus HKBP pertama, gereja terbesar di Asia Pasifik. “Kalau dulu Apostel Nommensen tidak datang ke sini, mungkin kita orang Batak masih memakai cawat sampai sekarang,” kata TB Silalahi yang juga penasihat Presiden SBY itu, didampingi Bupati Tobasa Monang Sitorus dan wakilnya Mindo Siagian.

“Saya sampai dua minggu membaca buku-buku tentang sejarah Nommensen. Saya betul-betul mengaguminya. Bayangkan, 17 tahun dia di Tapanuli Utara, lalu dengan berjalan kaki, melalui hutan yang penuh binatang buas, datang ke daerah Toba. Kemudian dengan solu [sampan] dia menyeberang ke Pulau Samosir. Luar biasa.”

TB berpesan kepada para peserta napak tilas agar tidak sekadar berkeliling dengan bus ke sejumlah tempat bersejarah di mana Nommensen dulu menyebarkan ajaran agama. “Tapi kalian harus bisa meresapi dan mengambil hikmahnya.”

Bagi orang Batak, Nommensen bukan cuma tokoh pembawa agama. Ia juga dikenal sebagai pembaharu yang membangun sektor pendidikan, ekonomi, dan kesehatan. Selama berada di Tanah Batak, Nommensen telah mendirikan 510 sekolah dengan murid 32.700 orang, antara lain di Balige, Tarutung, Siantar, Sidikalang, Samosir, dan Ambarita. Setiap mengunjungi desa-desa dia selalu membawa kotak obatnya, dan berusaha menyembuhkan penyakit warga.

Ia jugalah yang menciptakan hari pekan sekali seminggu di setiap pasar tradisional di kecamatan-kecamatan. Inilah yang sekarang kita kenal; Senin hari pekan di Laguboti, Selasa di Siborongborong, Rabu di Porsea, Jumat di Balige, dan Sabtu di Tarutung. Pada hari Kamis memang tidak ada pekan; hari ini dipakai oleh para pedagang [yang dijuluki inang parrengge-rengge] untuk belajar koor dan Alkitab; yang kemudian memunculkan istilah “parari Kamis.”

Peserta napak tilas dari Balige akan bergabung dengan peserta lain di Kabupaten Taput, Humbang Hasundutan, Tapanuli Tengah, dan Tapanuli Selatan. Puncaknya pada Minggu [8/4], seluruh peserta akan berkumpul di lokasi makam Nommensen di kompleks gereja HKBP Sigumpar, Kabupaten Tobasa.

Menurut buku kecil yang dibuat panitia napak tilas, semasa hidupnya Nommensen sudah berpesan, jika dia wafat agar tidak dimakamkan di negaranya, Jerman; tapi di Sigumpar. Selama 56 tahun dia berada di Tanah Batak. []
23 Replies

1.
dewi

24 November 2007 at 12:47 pm

Horas
Pengaruh Nommensen terhadap budaya batak benar-banar membawa perubahan yang sangat besar terutama pada pola pikir dan tentunya budaya batak Toba itu sendiri.
Agak-agak lari dari Nommensen sih, tapi berhubungan sama Batak Toba nih….
Bisa nggak dimasukin artikel tentang Budaya Batak Toba yang berpengaruh terhadap kesehatan terutama kesehatan masyarakat.
Maksudnya, apa-apa saja budaya Batak Toba yang berdampak positif dan negatif bagi kesehatan
Seperti budaya mangukkal holi, mempersembahkan makanan atau apa saja yang berkaitan dengan kesehatan.
Makasih kalau akhirnya ada orang yang buat aratikel tenteng budaya Batak dan pengaruhnya terhadap kesehatan.
Sebelumnya thanks
Mauliate!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!1

Tidak ada komentar: